News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

BRIN Ungkap Penataan Daerah Pemilihan Masih Belum Ideal

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Pemilu. Direktur Kebijakan Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Moch Nurhasim mengatakan penataan daerah pemilihan (dapil) saat ini masih belum ideal.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Kebijakan Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Moch Nurhasim mengatakan daerah pemilihan (dapil) menjadi syarat mutlak diselenggarakannya pemilihan umum.

Hasim, sapaannya, dapil mulai diperkenalkan pada Pemilu 1999.

Kemudian pada Pemilu 2004 penataan dapil murni diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Kemudian di Pemilu 2009 sampai dengan pemilu 2014 secara khusus diserahkan ke DPR dan provinsi untuk ranah pembuat UU Pemilu.

Baca juga: PKPI Beberkan Empat Poin Keberatan dalam Sidang Sengketa Pemilu 2024

“Apakah sudah tepat atau tidak itu harus diukur dari beberapa prinsip, sebenarnya UU Pemilu kan sudah ada beberapa prinsip ya, ada kesetaraan nilai suara, kemudian proporternalitasnya seperti apa, keadilan nilai ini seperti apa dan lain sebagai sampai dengan nanti kohesivitasnya, kekompakkan kompatibel dengan sejarah sosial dan sebagainya,” kata Hasim dalam Netgrit Podcast Berebut Kursi Parlemen Melalui Penataan Dapil dan Alokasi Kursi, Rabu (26/10/2022).

Hasim mengungkapkan bila dilihat dari situasi penentuan dapil yang menjadi lampiran di dalam undang-undang perlu dilihat argumentasi dari Pemilu 2004 ke 2009.

Baca juga: Perolehan Suara PKS di Pemilu 2019, Jumlah Kursi DPR hingga Perbandingan Pemilu 2014

“Karena soal dapil itu bukan semata-mata membagi kursi ke daerah-daerah misalnya, untuk DPR itu misalnya 77 kemudian 80 dan sebagainya. Itu bukan hanya soal itu, tetapi dia juga harus mempertimbangkan yang paling penting yang sebenarnya prinsipnya, harusnya pemain itu tidak boleh mengatur lapangan,” tuturnya.

Idealnya, lanjut dia, harus diserahkan kepada pembuat undang-undang, pelaksanaan undang-undang, dan wasitnya KPU sebagai lembaga independen.

Hasim mengibaratkan lapangan sepakbola apabila pemainnya ikut mengatur lapangan maka pembagian klaster lapangannya bisa jadi bias.

Baca juga: Siti Zuhro: Politik Uang di Pemilu 2024 Tidak Mungkin Hilang, yang bisa Dilakukan Mengurangi

“Jadi kalau ditanya belum ideal ya belum ideal di dalam konteks di dalam siapa yang harus melakukan penataan karena unsur partisan itu lalu muncul,” imbuh dia.

Sebagai contoh perdebatan tentang 15 kursi tambahan dari 560 ke 575 yang ditawar-tawakan di beberapa wilayah.

Kemudian Hasim menegaskan soal prinsip kuota kursi yang disebarkan ke seluruh wilayah provinsi yang saat ini sudah mulai imbang antara Jawa dan luar Jawa.

“Kalau dulu misalnya masih ada yang 45 persen dengan 55, sekarang sudah mulai agak mendekati ya 50-50. Perdebatan saya kira Mas Didik di Perludem yang dulu mulai mempersoalkan, kok daerah beberapa daerah di Jawa juga under repersentatif, ada yang over, nah itu kan juga masih terjadi,” kata Hasim.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini