News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2024

Plus Minus Sistem Pemilu Proporsional Tertutup dan Pemilu Proporsional Terbuka Menurut Analis

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Analis Politik sekaligus CEO & Founder Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, mengungkapkan sejumlah poin kelemahan dari Pemilu sistem proporsional terbuka dan Pemilu sistem proporsional tertutup.

"Sistem proporsional terbuka tokoh populis, artis dan publik figur mendapatkan tempat istimewa di partai (privilege), karena caleg artis dimanfaatkan sebagai vote getter mesin pengumpul suara semata oleh partai politik, bisa menjadi caleg di partai tersebut tanpa ada bukti kerja dan tanpa melalui proses kaderisasi yang matang."

Menurut Pangi, sistem Pemilu proporsional terbuka melemahkan eksistensi parpol, karena kecenderungan pemilih memilih orang atau nama ketimbang partai.

Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto (tengah) bersama Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar (ketiga kanan), Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (ketiga kiri), Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan (kedua kanan), Presiden PKS, Ahmad Syaikhu (kedua kiri), Wakil Ketua Umum Partai NasDem, Ahmad Ali (kanan), dan Wakil Ketua Umum PPP, Amir Uskara (kiri) berfoto bersama usai memberikan keterangan dalam acara silaturahmi awal tahun di Jakarta, Minggu (8/1/2023). Delapan pimpinan partai politik bertemu untuk membahas sistem proporsional tertutup dalam pelaksanaan Pemilu 2024 yang diwacanakan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU).  (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Baca juga: Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Digugat, Pengamat: Jika Dikabulkan Bisa Jadi Pembunuhan Demokrasi

- Kelemahan Pemilu Sistem Proporsional Tertutup

Pangi juga memberikan analisisnya terkait kelemahan Pemilu sistem proporsional tertutup.

1. Pemilu sistem proporsional tertutup mengurangi interaksi dan intensitas kader partai dengan pemilih.

"Caleg yang terpilih bakal jarang turun bersosialisasi, menyapa dan menyalami masyarakat secara langsung, sebab caleg yang terpilih bertanggung jawab langsung kepada partainya bukan konstituennya, sumber kekuasaan bukan daulat rakyat, tapi daulat elite parpol," ungkap Pangi.

2. Caleg cenderung tidak mau bekerja keras untuk mengkampanyekan dirinya dan partai.

"Sebab mereka percaya yang bakal dipilih adalah caleg prioritas nomor urut satu, bukan basis suara terbanyak."

"Itu artinya menurunkan persaingan antar kader internal caleg," ujarnya.

3. Sistem proporsional tertutup kurang sesuai untuk partai baru dan partai kecil yang belum terlalu dikenal.

4. Pemilu sistem proporsional tertutup belum cocok untuk partai yang populis, yang belum kuat dan belum tumbuh secara merata sistem kaderisasinya.

5. Menguatnya oligarki di internal partai politik, partai ada kemungkinan lebih mengutamakan kelompok dan golongan tertentu, kekuasaan berada di tangan segelintir orang.

6. Pemilu proporsional tertutup dikhawatirkan seperti memilih kucing dalam karung.

"Pemilih banyak yang tidak kenal dengan daftar nama calegnya, sebab pemilih tidak merasa dekat dengan pemilihnya," ungkap Pangi.

(Tribunnews.com, Gilang Putranto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini