Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno menyatakan penyelenggaraan pemilu dengan proporsional tertutup merupakan kemunduran dalam demokrasi.
Hal itu sekaligus menanggapi hasil rapat kerja antara Komisi II DPR, Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP untuk pelaksanaan Pemilu 202 pada Rabu (11/1/2023) kemarin.
Adapun salah satu poin penting dalam Rapat itu adalah komitmen KPU untuk menyelenggarakan Pemilu berlandaskan UU No 7 Tahun 2017 dengan sistem proporsional terbuka.
Eddy menyatakan sistem proporsional terbuka adalah langkah maju dalam meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia.
"Sistem proporsional terbuka memastikan masyarakat terlibat langsung secara dekat dengan calegnya. Hubungannya menjadi lebih personal dan tidak dibatasi oleh struktur dan kelembagaan partai. Tidak ada ruang gelap antara caleg dan pemilih," kata Eddy kepada wartawan, Jumat (13/1/2023).
Baca juga: AHY Jelaskan 2 Alasan Partai Demokrat Tolak Wacana Penerapan Sistem Proporsional Tertutup
Sementara itu, menurut Eddy, sistem proporsional tertutup justru merupakan langkah mundur dalam perjalanan demokrasi pasca reformasi. Pasalnya, masyarakat menjadi tidak mengenal caleg yang bakal dipilih.
"Ruang terang dan keterbukaan dalam demokrasi justru kembali gelap dengan sistem proporsional tertutup. Masyarakat tidak mengenali siapa yang mereka pilih dan caleg pun merasa tidak punya pertanggungjawaban kepada pemilih. Ini kemunduran demokrasi," tegas Eddy.
Lebih lanjut, Eddy menambahkan masyarakat yang tak mengenal calon legislatifnya membuat tak ada kedekatan personal dengan pemilihnya.
Sebaliknya, para caleg menjadi hanya fokus bekerja kepada partainya saja.
"Apa yang kita harapkan dari anggota legislatif yang bahkan tidak punya kedekatan personal dengan pemilihnya? Yang akan terjadi justru caleg akan bekerja hanya untuk partai dalam kerja jangka pendek dan tidak memikirkan konstituen," tambahnya.
Dijelaskan Eddy, indikasi lainnya proporsional tertutup sebagai kemunduran demokrasi adalah semakin terbatasnya ruang untuk caleg perempuan untuk bisa terpilih dalam pemilu
"Sistem proporsional tertutup justru akan menghambat upaya menambah keterwakilan perempuan 30 persen di legislatif. Upaya _affirmative action_ jadi sia-sia dan demokrasi hanya dimaknai prosedural tapi kehilangan substansinya," ungkapnya.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI ini mendukung penuh upaya perbaikan dan sistem manajemen Pemilu sebagai upaya memperbaiki demokrasi. Namun caranya harus terukur dan terarah.
"PAN tentu berkomitmen untuk menghapus money politics dan politik transaksional. Sistem proporsional terbuka atau tertutup keduanya memiliki celah politik uang. Karena itu Kuncinya adalah penegakan hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu dan bukan mengubah sistem pemilu," tukasnya.
Sekilas Gambaran Mengenai Sistem Proporsional Tertutup
Pada Pemilu sebelumnya KPU menerapkan sistem proporsional terbuka.
Sistem proporsional adalah sistem di mana satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil.
Dalam sistem proporsional, ada kemungkinan penggabungan partai atau koalisi untuk memperoleh kursi.
Sistem proporsional disebut juga sistem perwakilan berimbang atau multi member constituenty.
Terdapat dua jenis sistem di dalam sistem proporsional yaitu sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup.
Sistem proporsional terbuka adalah sistem pemilu di mana pemilih memiih langsung wakil-wakil legislatifnya.
Sedangkan dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya memilih partai politiknya saja.
Perbedaan lainnya, pada sistem proporsional terbuka penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak.
Sementara dengan proporsional terbuka maka penetapan calon terpilih ditentukan berdasarkan nomor urut.
Jika partai mendapatkan dua kursi, maka calon terpilih adalah nomor urut 1 dan 2.