TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri menegaskan anggotanya sudah diperintahkan untuk bersikap netral pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan akan ada sanksi untuk siapapun anggota Polri yang terlibat dalam politik praktis.
"Tentu ada sanksi ya bagi anggota Polri apabila terlibat dalam politik praktis," kata Ramadhan kepada wartawan, Sabtu (1/4/2023).
Baca juga: Bawaslu Temukan Belasan Ribu Aparat Masuk Daftar Pemilih Pemilu 2024, Polri Komitmen Bersikap Netral
Nantinya, lanjut Ramadhan, jenis sanksi yang akan dijatuhkan kepada anggotanya yang melanggar tergantung jenis pelanggarannya.
Sanksi itu juga nantinya akan dilihat apakah terhadap anggota yang melanggar harus ditentukan dengan sidang kode etik Polri.
"Sanksinya apa? kita lihat perannya apa, Jenis pelanggarannya apa. Apakah itu bisa dikenakan pelanggaran disiplin apakah itu pelanggaran etik, nanti kita lihat pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri," ucapnya.
Lebih lanjut, Ramadhan kembali menegaskan jika anggota Polri harus bersikap netral dalam hal tersebut.
"Kami pastikan bahwa Polri bersikap netral ya, kami sudah menyampaikan TR, kami sudah menyampaikan pensat ke jajaran bahwa anggota Polri sesuai dengan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia harus bersikap netral," ucapnya.
Belasan Ribu Aparat Terdaftar Sebagai Pemilih
Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menemukan 20 ribu personel TNI/Polri masuk sebagai daftar pemilih untuk Pemilu 2024.
Data ini didapat berdasarkan hasil pengawasan terhadap proses pencocokan dan penelitian (coklit) yang dilakukan oleh jajaran petugas pemutakhiran data pemilih (pantarlih) Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Dalam keterangannya, Rabu (29/3/2023), Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty menjelaskan terdapat 11.457 prajurit TNI yang tercatat sebagai pemilih.
Temuan ini didapat Bawaslu di beberapa provinsi, yakni Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, Aceh, Jambi, dan Lampung.
Baca juga: Bawaslu Temukan 20 Ribu Personel TNI/Polri Masuk Daftar Pemilih untuk Pemilu 2024, Ini Kata KPU?
Sementara itu, anggota Polri yang masih tercatat sebagai pemilih adalah sejumlah 9.198.
Data ini ditemukan di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, serta Maluku.
Temuan ini, jelas Lolly, tanda daftar pemilih hasil coklit KPU masih Tidak Memenuhi Syarat (TMS).
Lebih lanjut, ada delapan kategori pemilih TMS yang ditemukan Bawaslu atas hasil uji petik, termasuk pemilih yang merupakan anggota TNI/Polri
Adapun kategori TMS lainnya ialah pemilih salah penempatan, pemilih yang sudah meninggal, pemilih yang tidak dikenali, pemilih pindah domisili, pemilih di bawah umur, serta pemiih bukan penduduk setempat.
Kategori TMS ini menjadi peringatan adanya kerawanan subtahapan penyusunan Daftar Pemilih Sementara (DPS) berdasarkan Surat Edaran Bawaslu No. 1 Tahun 2023," kata Lolly.
Kerawanan tersebut di antaranya berkaitan dengan kegandaan, data pemilih yang telah pindah domisili ke lain wilayah, saran perbaikan pengawas pemilu tidak ditindaklanjuti KPU, hingga KPU yang tidak memberikan salinan daftar pemilih kepada Bawaslu.
Baca juga: Bawaslu Temukan 6 Juta Lebih Pemilih Tidak Memenuhi Syarat, KPU Janji Segera Perbaiki
Lebih lanjut, kerawanan lainnya ialah ihwal KPU sesuai tingkatan tidak menindaklanjuti saran
perbaikan pengawas pemilu, hasil coklit, serta rekapitulasi.
"Penyampaian hasil coklit melalui sistem tidak valid, PPS mengumumkan daftar pemilih di lokasi yang tidak representatif dan tidak aksesibel," jelas Lolly.
"Dan hasil penyusunan DPS tidak diumumkan baik di laman KPU maupun aplikasi berbasis teknologi informasi," sambungnya
Menurut Lolly, mendominasinya kategori pemilih TMS salah penempatan TPS disebabkan adanya restrukturisasi TPS yang dilakukan KPU dalam waktu singkat.
KPU dinilai tidak memperhatikan aspek geografis setempat, kemudahan pemilih di TPS, dan tidak memperhatikan jarak serta waktu tempuh menuju TPS.
"Akibat restrukturisasi yang tergesa-gesa ini memunculkan dua kategori TMS lain, yakni adanya pemilih yang tidak dikenali dan pemilih bukan penduduk setempat. Akibatnya, kegandaan pemilih tidak bisa dihindari," kata Lolly.