Hal ini tidak lepas dari kekhawatiran Jokowi bahwa program eks Wali Kota Solo itu berakhir jika kekuasaan dipegang oposisi.
Ia diduga akan memilih kandidat seperti Prabowo, Ganjar hingga Airlangga.
“Namun kendalanya Ganjar hari ini tergerus oleh isu penolakan Israel di Piala Dunia U-20, dengan demikian pilihan terdekat akan mengarah kepada Prabowo sebagai capresnya. Apalagi Prabowo secara resmi ingin maju sebagai capres, apabila restu Jokowi sudah diperoleh bisa saja posisi wakilnya akan jatuh pada KIB, yaitu Airlangga atau bisa saja sebaliknya," kata Ikhwan.
Ikhwan menilai, peleburan koalisi akan membawa keuntungan dan kerugian. Keuntungan yang diperoleh adalah partai akan mudah mendapatkan kemenangan, tetapi partai politik akan mengalami tantangan dalam meraup efek ekor jas untuk kepentingan pemenangan pemilu.
Selain itu, posisi PDIP yang merapat ke koalisi besar berpotensi membawa masalah. Sebab, kata dia, PDIP tentu akan meminta jatah capres atau cawapres, sementara koalisi besar kemungkinan akan mengusung Prabowo-Airlangga.
“Posisi capres akan sulit didapatkan PDIP karena sudah jatahnya Prabowo atau Airlangga untuk maju, PDIP jika ingin mengusung kandidat sendiri bisa saja membentuk koalisi tunggal. Jadi masuknya PDIP dalam wacana peleburan koalisi besar semakin mempersulit konsolidasi partai jika PDIP ngotot mendukung capres dari kadernya sendiri," tukas Ikhwan.