Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI berharap media mainstream saat ini dapat menjadi penangkal berita hoaks di media sosial (medsos).
Pasalnya, kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, saat ini media sosial masih menjadi area tak bertuan.
Lebih lanjut, Bagja menuturkan yang dapat diawasi Bawaslu saat ini ialah medsos yang dimiliki peserta pemilu. Dia meyakini, medsos peserta pemilu tidak akan menyerang peserta lain. Hal yang jadi perkara ialah medsos yang bukan milik peserta pemilu.
"Yang menjadi masalah, media sosial di luar peserta pemilu, seperti buzzer dan lainnya. Kami mohon kepada teman-teman media mainstream misalnya Kompas, TV One, dan lainnya bisa jadi penangkal terhadap berita bohong di media sosial," kata Bagja dalam keterangannya, Jumat (11/8/2023).
Bagja juga mempersilakan peserta pemilu untuk melakukan sosialisasi. Hanya saja, dia menegaskan tidak boleh ada ajakan dan sosialisasi tidak boleh dilakukan di televisi.
"Sekarang saatnya teman-teman menginformasikan tetapi, tidak boleh mengajak. Begitu mengajak, mohon maaf selesai. Kalau mengajak kita akan turunkan alat-alat peraganya," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan fungsi pers dalam pemilu tidak sekadar memberi informasi, melainkan mengedukasi.
"Kita tahu di masa pemilu masih banyak masyarakat yang kurang memahami persoalan kepemiluan," katanya.
Tidak pahamnya masyarakat mengenai persoalan kepemiluan itu, kata Ninik bisa menjadi sebab terpolarisasinya cara berpikir dan bertindak ketika ada perbedaan.
"Tugas media terutama media mainstream dalam konteks kepemiluan harus tetap bisa dijaga agar dapat digunakan sebagai pusat rujukan dari masyarakat yang masih memerlukan pemahaman tentang kepemiluan," ujarnya.