Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait persyaratan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) mengandung penyelundupan hukum.
Ia menjelaskan putusan tersebut bukanlah putusan yang bulat dalam putusan tersebut.
Kata dia, ada empat hakim menyatakan dissenting opinion, dua hakim menyatakan concurring opinion, dan tiga hakim yang setuju.
Yusril menjelaskan dalam pendapat concurring opinion walaupun argumennya berbeda, tetapi dianggap setuju dengan putusan.
Namun demikian, menurutnya argumentasi yang dirumuskan dalam concurring opinion oleh dua hakim dalam putusan tersebut cenderung ke arah dissenting opinion dan bukan concurring opinion.
"Kalau kita baca argumen yang dirumuskan dalam concurring opinion, itu bukan concurring, itu dissenting," kata Yusril saat diskusi di kawasan Jakarta Pusat pada Selasa (17/10/2023).
Baca juga: Sikap Jokowi, Gibran, Kaesang, dan Komentar Irit Ganjar soal MK Kabulkan Batas Usia Capres-Cawapres
"Kenapa yang dissenting dibilang concurring? Itulah yang saya katakan penyelundupan. Diselundupkan yang concurring itu menjadi dissenting, sehingga putusannya menjadi 5-4. Kalau yang concurring itu benar-benar dissenting, putusannya itu 6-3. 6 dissenting. Berarti ditolak oleh Mahkamah," sambung dia.
Ia pun menilai putusan tersebut problematik karena 4 hakim menyatakan dissenting opinion, 2 hakim menyatakan concurring, lalu diktum putusannya mengatakan mengabulkan permohoban sebagian.
Yusril pun menyoroti alasan berbeda (concurring opinion) dari Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P Foekh.
Baca juga: Respons Gibran atas Putusan MK: Besok Pertemuan dengan PDIP, Tunggu Dulu
Menurutnya Enny dan Daniel menyatakan tidak setuju semua kepala daerah yang pernah atau sedang menjabat kepala daerah berusia di bawah 40 tahun bisa mendaftar sebagai capres atau cawapres.
Enny, kata dia, membatasi hanya Gubernur yang pengaturan lebih lanjutnya harus diatur oleh pembentuk Undang-Undang.
Sedangkan Daniel, menurutnya mengatakan cukup gubernur tanpa ada penjelasan lebih lanjut harus diatur oleh pembentuk Undang-Undang.
Dua alasan tersebut, kata Yusril, berbeda dengan putusan diktumnya yang tegas mengatakan kepala daerah.
"Kepala daerah itu seperti diuraikan dalam pertimbangan hukum itu ya kita sudah tahu sama tahu lah, kepala daerah itu ya Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota," kata Yusril.
"Jadi kalau pendapat Ibu Enny dan pendapat Pak Foekh itu jelas hanya Gubernur, tidak kepala daerah yang lain. Kepala daerah yang lain itu termasuklah Bupati dan Walikota. Jadi pendapatnya Bu Enny dan pendapatnya Pak Foekh itu bukan pendapat concurring, adalah pendapat dissenting. Jadi jelas putusan ini problematik," kata dia.
Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Itu artinya kepala daerah berusia 40 tahun atau pernah dan sedang menjadi kepala daerah, meski belum berusia 40 tahun, dapat maju menjadi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Dalam pertimbangannya, MK melihat bata usia tidak diatur secara tegas dalam UUD 1945.
MK juga menegaskan, dalam batas penalaran yang wajar, setiap warga negara memiliki hak pilih dan seharusnya juga hak untuk dipilih.
Termasuk hak untuk dipilih dalam pemilu presiden dan wakil presiden.
Dalam putusan tersebut, empat hakim memberikan dissenting opinion atau pendapat berbeda atas hasil keputusan dalam sidang perkara 90/PUU-XXI/2023.
Empat hakim tersebut adalah Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.