News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

PKS hingga PP Muhammadiyah Desak Anwar Usman Mundur sebagai Hakim MK, Terbukti Langgar Etik Berat

Penulis: Nuryanti
Editor: Nanda Lusiana Saputri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anwar Usman saat menuju ruang pemeriksaan dalam agenda pemeriksaan terlapor oleh MKMK di Gedung MK, Jakarta, Selasa (31/10/2023). Sejumlah pihak meminta Anwar Usman untuk mundur dari hakim MK, karena melanggar etik berat.

TRIBUNNEWS.COM - Anwar Usman dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Putusan ini diketuk oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam sidang pembacaan putusan etik, Selasa (7/11/2023).

MKMK menilai Anwar Usman melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik atas uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang uji materi batas usia capres-cawapres.

Nantinya, Anwar Usman tidak boleh lagi mencalonkan diri sebagai Ketua MK.

Anwar Usman juga tidak boleh terlibat dalam sejumlah penanganan perkara, termasuk sengketa Pilpres.

"Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan," kata Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, dalam sidang di Gedung MK, Selasa.

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor," lanjutnya.

Baca juga: Setelah Mantan Hakim MK & Direktur Eksekutif PVRI, Giliran SETARA Institute Desak Anwar Usman Mundur

Atas pelanggaran itu, sejumlah pihak meminta Anwar Usman untuk mundur dari hakim MK.

Dirangkum Tribunnews.com, berikut pihak-pihak yang mendesak Anwar Usman mundur:

1. PKS

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Zainudin Paru, mendesak Anwar Usman untuk mengundurkan diri dari MK.

"Hal ini penting dilakukan untuk menjaga marwah MK dan tidak menempatkan seorang Anwar Usman sebagai hakim tanpa palu," ungkapnya kepada Kompas.com, Selasa.

Menurut Zainudin, kini Anwar Usman berada dalam kesendirian di antara hiruk pikuk Hakim Konstitusi yang masih memegang palu untuk memutus perkara terkait Pemilu maupun Pilkada 2024.

"(Anwar Usman) terkurung dalam kesendirian di tengah persiapan MK menghadapi sengketa Pileg, Pilpres, dan Pilkada pada pemilu 2024 yang akan datang," tambah Zainudin.

Baca juga: Pandangan Mantan Hakim MK soal Apakah Anwar Usman Harus Mundur: Tergantung yang Bersangkutan

2. Eks Hakim MK

Mantan Hakim Konstitusi, Maruarar Siahaan, menilai seharusnya Anwar Usman mundur jika melihat situasi dan kondisi yang tengah terjadi di MK.

"Oleh karena itu barang kali ini agar efektif, kalau di shame culture di mana ada shame culture itu sudah tidak usah saya terjemahkan. Semua orang akan mundur kalau keadaan seperti ini," kata Maruarar, Selasa.

Maruarar Siahaan mengatakan, kewenangan untuk pemberhentian itu dapat dilakukan terhadap Anwar Usman.

"Mungkin pertanyaannya lebih ke arah sana, kenapa tidak diberhentikan dari jabatan saja? Karena ada kewenangan itu," imbuhnya.

Eks hakim MK melakukan pertemuan di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (7/1/2023), pascaputusan MKMK yang mencopot Ketua MK Anwar Usman dari jabatannya. (Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow)

3. PVRI

Direktur Eksekutif Public Virtue Research Institute (PVRI), Yansen Dinata, juga mendesak Anwar Usman mundur setelah dinyatakan terbukti melanggar etik berat oleh MKMK.

Menurutnya, semestinya MKMK memberikan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat kepada Anwar Usman.

Yansen menuturkan, sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK tanpa memberhentikan sebagai Hakim MK, dinilai tidak bisa mengembalikan kepercayaan publik.

"Jika membiarkan Anwar Usman tetap di dalam MK, maka sama artinya dengan membolehkan pelaku nepotisme tetap memegang kuasa di ruang konstitusi," ujar Yansen, Selasa, dilansir Kompas.com.

"Dampak jangka panjangnya, tidak menutup kemungkinan jika MK di kemudian hari bisa digunakan kembali untuk kepentingan oligarki," jelasnya.

4. PP Muhammadiyah

Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, turut mendesak agar Anwar Usman mundur dari jabatan hakim konstitusi.

Hal ini disampaikan Ketua MHH PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo.

"MHH PP Muhammadiyah menuntut kepada Anwar Usman untuk mengundurkan diri dari jabatan Hakim MK demi menjaga marwah, martabat, dan kewibawaan MK serta mengembalikan kepercayaan publik," kata Trisno dalam pernyataan sikap, Selasa, masih dari Kompas.com.

Baca juga: Kata TPN Ganjar-Mahfud soal Putusan MKMK, Sebenarnya Ingin Anwar Usman Dipecat sebagai Hakim MK

Anwar Usman usai menjalani pemeriksaan kedua oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Gedung MKRI, Jakarta Pusat, Jumat (3/11/2023). (Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami)

Sementara itu, MHH PP Muhammadiyah memberikan apresiasi kepada MKMK yang telah memutuskan Anwar Usman terbukti melanggar etik berat.

Meskipun dalam sanksi, kata Trisno, MKMK dinilai kurang tegas karena hanya menjatuhkan sanksi pemberhentian jabatan sebagai Ketua MK terhadap Anwar Usman.

"MHH PP Muhammadiyah menilai bahwa pelanggaran etik berat seharusnya dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat dari jabatan hakim konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan MK," papar Trisno.

Sebagai informasi, Anwar Usman tak boleh mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.

Dalam putusannya, MKMK juga memerintahkan Wakil Ketua MK memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam waktu 2x24 jam.

Baca juga: Berhentikan Anwar Usman dari Ketua MK dan Teguran Lisan 9 Hakim Konstitusi, Ini Amar Putusan MKMK

Adapun dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi ini mengemuka setelah MK yang sebelumnya diketuai Anwar Usman mengabulkan sebagian gugatan terkait syarat usia capres-cawapres pada Senin (16/10/2023).

Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui Pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.

Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju di Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo.

(Tribunnews.com/Nuryanti/Mario Christian Sumampow) (Kompas.com/Nicholas Ryan Aditya/Singgih Wiryono)

Berita lain terkait Pilpres 2024

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini