Sebab, jika dibaca secara utuh, hanya jabatan gubernurlah yang bulat disepakati 5 hakim tersebut untuk bisa maju sebagai capres-cawapres.
"Yang setuju pada tingkat di bawah gubernur hanya 3 hakim konstitusi, sementara yang setuju pada tingkat gubernur 5 hakim konstitusi," kata Brahma.
Ia menegaskan, frasa baru pada Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu seharusnya inkonstitusional karena hanya berdasarkan 3 suara hakim dari 5 suara hakim yang dibutuhkan.
Dalam petitumnya, Brahma meminta bahwa hanya gubernur/kepala daerah tingkat provinsi yang bisa menjadi capres-cawapres walau belum berusia 40 tahun.
Sosok Hakim Ketua Suhartoyo
Suhartoyo resmi dipilih sebagai Hakim Konstitusi menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi dan mengucapkan sumpah di hadapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 17 Januari 2015.
Suhartoyo lahir di Sleman, 15 November 1959 dari keluarga sederhana.
Suhartoyo sempat memiliki minat di bidang ilmu sosial politik dan berharap dapat berkarier di Kementerian Luar Negeri.
Namun, cita-citanya gagal ia capai dan pada akhirnya ia mendaftar sebagai mahasiswa ilmu hukum.
Seiring waktu, Suhartoyo semakin tertarik mempelajari ilmu hukum untuk menjadi seorang jaksa, bukan menjadi seorang hakim.
Namun, pada saat itu, temannya mengajak dirinya untuk mendaftar sebagai hakim dan ia pun mencobanya.
Ternyata, Suhartoyo lolos menjadi hakim, sedangkan teman-teman yang mengajaknya justru tidak lolos. Secara resmi, Suhartoyo pun menjadi hakim.
Pada tahun 1986, ia bertugas sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung untuk pertama kalinya.
Ia pun diberi kepercayaan untuk menjadi hakim Pengadilan Negeri di beberapa kota hingga tahun 2011, antara lain di kota-kota berikut: