News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Ganjar Beri Nilai Jeblok untuk Penegakan Hukum Era Jokowi, Sebut Banyak Rekayasa dan Intervensi

Penulis: Jayanti TriUtami
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Capres, Ganjar Pranowo saat menjadi pembicara di acara bertajuk Diskusi Interaktif Capres 2024 di Universitas Negeri Makassar (UNM), Sabtu (18/11/2023). Ganjar menyebut nilai penegakan hukum jeblok di era Presiden Joko Widodo (Jokowi).

TRIBUNNEWS.COM - Calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo, memberi skor buruk untuk penegakan hukum di era Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dari skala 1 hingga 10, Ganjar hanya memberi nilai 5.

Hal itu dinyatakan Ganjar Pranowo saat menghadiri diskusi interaktif di acara Musyawarah Ikatan Alumni Universitas Negeri Makassar (UNM), Sabtu (18/11/2023).

Menurut Ganjar, rapor penegakan hukum Jokowi semakin turun menyusul sejumlah kontrversi baru-baru ini.

Baca juga: Ganjar Sebut Nilai Rapor Hukum dan HAM Pemerintahan Jokowi Jeblok: Nilai 5 dari 10

Satu di antaranya, putusan Mahkamah (MK) terkait batas usia capres-cawapres.

"Dengan kasus ini jeblok, 5 (dari 1 sampai 10)," ujar Ganjar, dikutip dari Kompas TV, Sabtu (18/11/2023).

Ganjar mengakui, penialaiannya terhadap penegakan hukum di era Jokowi berubah dari 7 hingga 8 hanya menjadi 5.

Ia pun menyinggung soal adanya intervensi dan rakayasa hukum di masa pemerintahan pria asal Solo, Jawa Tengah, tersebut.

"Ketika akur tidak ada kasus kemarin, kasus kemarin kan menelanjangi semuanya dan kita dipertontonkan soal itu," ucap Ganjar.

"Rekayasa dan intervensi yang membikin indenpendensi menjadi hilang, dari imparsial menjadi imparsial."

Jika menjadi presiden, Ganjar berambisi untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada pemerintah.

Baca juga: Rocky Gerung Klaim Ditersangkakan, Bareskrim Sebut Kasus Hoaks Bajingan Tolol Belum Ada Tersangka

Ia mengatakan, akan mengubah regulasi yang dinilai bermasalah, untuk menghilangkan kecemasan di masyarakat

"Ketika kewenangan itu ada dan diberikan kepada seorang pemimpin yang kemudian bikin arusnya itu balik. Dukungan kedua adalah kolaborasi dengan kondisi sosiologi di masyarakat."

"Agamawan, ilmuwan, budayawan, media, ketika kegelisahan semua muncul, rasanya itu yang mesti diakomodasi untuk kemudian membalikan situasi itu. Ketika regulasi tidak mencukupi, dirubah regulasinya," tandasnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini