Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kubu Firli Bahuri merespons soal penyerahan barang bukti di sidang praperadilan penetapan tersangka kasus pemerasan Syahrul Yasin Limpo yang diduga merupakan dokumen rahasia milik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Adapun dokumen barang bukti yang diserahkan tim kuasa hukum Firli yakni mengenai perkara korupsi yang menjerat Muhammad Suryo di lingkungan Dirjen Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang saat ini tengah dilakukan penyidikan KPK.
Kuasa hukum Firli, Ian Iskandar pun mengaku menyerahkan sepenuhnya kepada majelis hakim tunggal Imelda Herawati terkait rahasia atau tidaknya barang bukti tersebut.
"Kan hakim yang berwenang memutuskan apakah (barang bukti) itu menjadi rahasia atau tidak," ujar Ian kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/12/2023).
Selain itu, Ian juga menganggap bahwa penyerahan barang bukti yang diduga rahasia itu menurutnya hanya ditunjukan guna kepentingan persidangan dan bukan untuk konsumsi umum.
Baca juga: MAKI Akan Laporkan Firli Bahuri ke Dewas Karena Bawa Dokumen Rahasia KPK Saat Praperadilan
"Kan hanya sebatas ditunjukkan di persidangan bukan untuk konsumsi umum. Jadi itu penjelasan dari kami mengenai barang bukti," jelasnya.
MAKI Bakal Laporkan Firli ke Dewas
Terkait dokumen itu sebelumnya Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) berencana melaporkan Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK pada Jumat, 22 Desember 2023.
Hal yang akan dilaporkan ke Dewas KPK adalah terkait Firli Bahuri membawa dokumen penyidikan saat sidang praperadilan.
Pasalnya, menurut Koordinator MAKI Boyamin Saiman, dokumen itu bersifat rahasia.
"Terkait kode etik, saya berencana hari Jumat kan dipanggil sebagai saksi sidang Dewas, sekalian saya akan melaporkan Dewas dugaan kebocoran informasi membawa dokumen ini," ujar Boyamin kepada wartawan, Senin (18/12/2023).
Baca juga: 6 Jaksa Teliti Berkas Perkara Pemerasan Firli Bahuri Selama Sepekan
Boyamin menilai dokumen penyidikan tidak boleh disalahgunakan, apalagi oleh tersangka kasus korupsi.
Menurut dia, aksi membawa dokumen rahasia yang dilakukan Firli Bahuri di dalam persidangannya tak bisa dibiarkan.
"Menurut saya, Pak Firli keterlaluan, hanya membela diri saja sampai harus membuka hal-hal yang sifatnya rahasia. Jadi, menurut versi saya, Pak Firli mementingkan dirinya sendiri dibandingkan KPK dan pemberantasan korupsi dalam arti luas," katanya.
"Karena, kalau dibiarkan, nanti semuanya, pensiun atau tidak di KPK lagi, membawa semua berkas, dipakai, dan disalahgunakan lebih celaka lagi. Kalau oknumnya nakal, itu bisa pemerasan dan akan menghancurkan tata kelola korupsi kita," imbuh dia.
Boyamin memandang semestinya Firli berfokus pada alat bukti terkait perkara yang menjeratnya.
"Kalau praperadilan, ya fokus saja tentang alat bukti, terkait perkaranya, dugaan pemerasan SYL," katanya.
Sebelumnya, Firli Bahuri menyerahkan bukti dokumen penanganan kasus dugaan suap eks pejabat Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dalam sidang praperadilan.
Mengenai hal itu Kepala Bidang Hukum (Kabidkum) Polda Metro Jaya Kombes Putu Putera Sadan pun mengaku heran, kenapa kubu Firli justru memasukan barang bukti kasus M. Suryo saat proses sidang gugatan penetapan tersangka Firli di kasus pemerasan SYL.
Sebab menurutnya antara barang bukti kasus M. Suryo dengan praperadilan Firli tak ada kaitannya sama sekali dan dianggap keluar salah satu petitum Firli yakni terkait penetapan tersangka yang tidak sah.
Alhasil Putu pun meminta penjelasan ahli dalam hal ini Fachrizal Affandi selaku ahli hukum pidana yang pihaknya hadirkan dalam sidang praperadilan hari ini, Jum'at (15/12/2023).
"Singkatnya UU Tipikor tapi kok pemohon ini menyerahkan baramg bukti yang tidak ada korelasinya, saya bingung ini. Jadi apakah ini melanggar aturan secara hukum negara. Kami mohon perspektif hukumnya dari ahli?," tanya Putu di ruang sidang.
Mendapat pertanyaan itu, lalu Fahcrizal mengawali pernyataanya terkait dalam bentuk apa barang bukti yang diserahkan kubu Firli dalam sidang praperadilan tersebut.
Apakah barang bukti itu bersifat umum dan dapat diakses luas oleh publik dari berbagai sumber atau sebagainya atau dalam data base di KPK hal itu bisa diakses secara luas.
"Tapi kalau alat bukti yang diungkapkan di persidangan itu orang umum saja sulit mendapatkannya kecuali ada petisi begitu ya, maka itu harus dilihat relevansinya," sebut Fachrizal.
Pasalnya lanjut Fachrizal, dalam aturan di Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dalam pasal 17 disebutka bahwa terdapat aturan mengenai badan negara wajib merahasiakan setiap informasi terkait proses penegakkan hukum.
Terlebih sebut Fachrizal jika informasi penegakkan hukum yang bersifat rahasia itu bisa terbuka di publik maka hal itu berpotensi menghambat proses penyelidikan dan penyidikan yang tengah berlangsung.
"Kemudian mengungkap identitas informan, pelapor, saksi, dan orang yang tahu tentang tindak pidana tersebut. Atau misalkan mengungkap data intelijen kriminal, data intelijen yang terkait dengan pencegahan dan penanganan tindak pidana," ucapnya.
Adapun mengenai konsekuensi apabila informasi rahasia itu diperoleh secara ilegal dan kemudian tersebar ke publik, Fachrizal menjelaskan bahwa dalam Pasal 54 UU KIP penyebar informasi itu bisa dituntut dengan hukuman paling lama 2 tahun penjara dan denda 10 juta.