TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakaian adat yang dikenakan pasangan calon nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD dalam debat Cawapres yang digelar KPU di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Jumat (22/12/2023) malam menarik perhatian.
Diketahui hanya Ganjar-Mahfud yang mengenakan pakaian adat dalam Debat Pilpres 2024 putaran kedua.
Ganjar Pranowo mengenakan pakaian adat asal Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Mahfud MD mengenakan pakaian adat asal Madura, Jawa Timur.
Sementara pasangan lainnya mengenakan pakaian khas mereka.
Pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau Cak Imin dalam debat Pilpres 2024 putaran kedua mengenakan pakaian khas mereka yakni jas hitam dengan tulisan AMIN di dada kanan dipadu kemeja putih serta peci hitam.
Baca juga: Mahfud Tiba-tiba Ganti Pakaian Jadi Kemeja Putih dari Sebelumnya Baju Khas Madura di Debat Cawapres
Sementara pasangan Capres-Cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mengenakan pakaian khas mereka yakni kemeja biru muda.
Mahfud MD diketahui baru mengganti pakaian adatnya pada sesi terakhir debat cawapres.
Mahfud MD yang awalnya mengenakan pakaian adat Madura, diganti dengan mengenakan kemeja putih khas pasangan Ganjar-Mahfud bertuliskan 'sat set'.
Lalu apa makna pakaian adat yang dikenakan pasangan Ganjar-Mahfud Saat debat cawapres Jumat (22/12/2023) malam?
Baca juga: Ini Filosofi & Makna Tii Langga, Topi Tradisional Orang Rote yang Dipakai Ganjar di Debat Cawapres
Berikut ulasan Tribunnews.com yang dirangkum dari berbagai sumber.
Makna Pakaian Adat Rote Ndao yang Dikenakan Ganjar Pranowo
Dalam debat cawapres, Ganjar pranowo terlihat mengenakan pakaian adat dari Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Tampak ia mengenakan kemeja putih yang dibalut kain serta ditambah sejumlah pernak-pernik seperti kalung dan ikat pinggang serta topi yang khas.
Begitu pun di bagian bawahnya, Ganjar Pranowo tampak mengenakan celana hitam dibalut kain khas dan alas kakinya mengenakan sepatu kets.
Dilansir dari kompas.com, busana yang dikenakan Ganjar pada saat debat cawapres disebut Badu Lote.
Busana itu tersebut biasanya digunakan pada acara-acara adat, seperti perkawinan, acara hus (tarian berkuda), pemakaman orang mati, dan acara adat lainnya.
"Baju digunakan dengan selimut atau dalam bahasa Rote disebut Lafa," kata tokoh masyarakat Desa Nusakdale, Kecamatan Pantai Baru, Kabupaten Rote Ndao, Nyongky Malela dilansir dari kompas.com, Sabtu (23/12/2023).
Kemudian aksesori yang digunakan Ganjar di antaranya habas (kalung), penik (ikat pinggang), dan topi berbentuk antena (tiilangga).
Khusus untuk topi tiilangga, merupakan ciri khas dari pakaian adat Rote yang menjadi pembeda dengan suku lainnya di NTT.
Topi ini memiliki bentuk runcing di bagian atas.
Bagian runcing tegak dan runcing pada topi tersebut menggambarkan sifat orang Rote yang cenderung bertekad keras.
Topi ini dibuat dari bahan dasar daun lontar.
Daun lontar kering ini dipercaya sebagai simbol kewibawaan dan simbol kepercayaan bagi kaum laki-laki Suku Rote.
Makna Pakaian Adat Madura yang Dikenakan Mahfud MD
Dalam debat Cawapres, Mahfud MD tampak mengenakan pakaian ada asal Madura yang dikenal dengan nama Pesaan.
Madura memang tanah kelahiran Mahfud MD.
Mahfud mengatakan alasan dirinya mengenakan pakaian adat Madura dalam rangka membawa kesan-kesan kerakyatan.
"Ini baju rakyat Madura, ada dua lapis ini ada lapisan priyayi dan ada lapisan rakyat. Nah ini baju (yang saya pakai, lapisan) rakyat. Sehingga saya pake baju adat Madura," kata Mahfud, Jumat (22/12/2023).
"Kenapa saya pakai ini, ini menunjukkan masalah yang dihadapi rakyat," ujar dia.
Saat tampi di panggung debat cawapres, Mahfud MD tampak mengenakan ikat kepala dipadu baju hitam dengan kaus belang merah putih.
Tak hanya itu, ia pun mengenakan ikat pinggang khas pakaian adat Madura.
Kemudian untuk celananya, Mahfud MD mengenakan celana hitam dipadu sepatu kulit hitam.
Dilansir dari Tribunmadura.com, pakaian adat yang dekenakan Mahfud MD biasa digunakan laki-laki Madura saat perayaan adat atau kegiatan tertentu.
Pakaian adat Madura tersebut dikenal dengan nama Pesaan.
Orang Madura melengkapi pakaian Pesaan dengan penutup kepala berbahan dasar kain yang disebut dengan Odheng.
Lalu, mereka juga melengkapinya dengan sabuk Katemang.
Pakaian tersebut memiliki makna filosofis.
Baju longgar berwarna hitam menandakan bahwa masyarakat Madura menghargai sebuah kebebasan.
Kemudian Kaus berwarna belang merah putih menandakan bahwa masyarakat Madura memiliki sifat pemberani, tegas, dan mental pejuang.
Sedangkan Odheng menunjukan tingkat kebangsawanan seseorang.
"Jadi kalau orang itu memakai Odheng, semakin tegak kelopak Odheng yang dipakai, artinya semakin tinggi derajat kebangsawanannya," ujar staf Disparbud Pamekasan, Nurul Maulidi kepada TribunMadura.com, Sabtu (27/7/2019).
Odheng tersebut memiliki beberapa ukuran dan motif.
Jika dilihat berdasarkan bentuknya, Odheng dibagi menjadi dua, yaitu Odheng Peredhan dan Odheng Tongkosan.
Sementara berdasarkan motifnya Odheng dibagi menjadi motif toh biru, dul-cendul, modang, strojan dan garik.
Selain ukuran dan motifnya, ikatan Odheng juga memiliki arti filisofis.
Odheng Peredhan, ujung simpul bagian atas di pelintir ke atas membentuk huruf Alif dalam bahasa Arab.
Sedangkan pada Odheng Tongkosan, ujung simpul bagian atas dibentuk huruf Alif Lam, sebagai penanda keesaan Tuhan.
Hal ini menunjukkan ketaatan masyarakat Madura sebagai pemeluk agama Islam.
(tribunnews.com/ ibriza/ kompas.com/ Sigiranus Marutho Bere/ tribunmadura.com/ Kuswanto Ferdian)