News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Mengenal SGIE serta Carbon Capture and Storage, Pertanyaan Gibran untuk Cak Imin dan Mahfud MD

Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Nanda Lusiana Saputri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Calon Wakil Presiden Nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka memaparkan visi dan misi saat acara Debat Calon Wakil Presiden 2024 di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (22/12/2023). Debat Pilpres 2024 seri kedua mengangkat tema debat yaitu Ekonomi kerakyatan dan digital, Keuangan, Investasi, Pajak, Perdagangan, Pengelolaan APBN-APBD, Infrastruktur dan Perkotaan. Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM - Penampilan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut dua Gibran Rakabuming Raka dalam debat cawapres yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta Convention Center (JCC) pada Jumat (22/12/2023) semalam cukup menarik perhatian publik.

Pasalnya, sejak awal Gibran dianggap tidak bisa debat karena kepribadiannya yang irit bicara.

Terlebih, Gibran juga selalu menolak ajakan debat diluar agenda KPU, meskipun kandidat cawapres lain, yakni Muhaimin Iskandar atau Cak Imin dan Mahfud MD mau mengikuti debat tersebut.

Namun ternyata dalam debat cawapres semalam, Gibran mampu tampil dengan baik.

Bahkan mampu menyerang Cak Imin dan Mahfud MD dengan pertanyaan-pertanyaannya.

Pertanyaan Gibran yang menjadi sorotan di antaranya soal regulasi Carbon Capture and Storage yang ditujukan kepada Mahfud MD.

Baca juga: Tanyakan Akronim Sulit saat Debat, Gibran Bantah Tiru Jokowi di Pilpres Lalu

Lalu ada juga pertanyaan soal State of the Global Islamic Economy atau SGIE yang membuat Cak Imin kebingungan saat menjawab.

Lantas apakah sebenarnya Carbon Capture and Storage dan SGIE ini?

Berikut penjelasan mengenai Carbon Capture and Storage dan SGIE yang telah dirangkum Tribunnews dari berbagai sumber.

Baca juga: Gibran Menilai Mahfud tidak Menjawab Tegas Pertanyaannya soal Regulasi Carbon Capture and Storage

Carbon Capture and Storage

Melansir laman resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM), Carbon Capture and Storage (CCS) merupakan salah satu teknologi mitigasi pemanasan global dengan cara mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) ke atmosfer.

CCS ini bisa juga diartikan sebagai rangkaian pelaksanaan proses yang terkait satu sama lain.

Mulai dari pemisahan dan penangkapan (capture) CO2 dari sumber emisi gas buang (flue gas), pengangkutan CO2 tertangkap ke tempat penyimpanan (transportation), dan penyimpanan ke tempat yang aman (storage).

Pemisahan dan penangkapan CO2 dilakukan dengan teknologi absorpsi yang sudah cukup lama dikenal oleh kalangan industri.

Baca juga: Cak Imin Bingung saat Ditanya Gibran soal SGIE, Anies Beri Pembelaan, Singung Kualitas Pertanyaan

Penangkapan CO2 biasa digunakan dalam proses produksi hidrogen baik pada skala laboratorium maupun komersial.

Sementara itu, pengangkutan dilakukan dengan menggunakan pipa atau tanker seperti pengangkut gas pada umumnya (LPG, LNG).

Sedangkan penyimpanan dilakukan ke dalam lapisan batuan di bawah permukaan bumi yang dapat menjadi perangkap gas hingga tidak lepas ke atmosfer, atau dapat pula diinjeksikan ke dalam laut pada kedalaman tertentu.

Namun, upaya ini tidak semudah yang dibayangkan, mengingat gas buang tersebut pada umumnya memiliki karakteristik bertekanan rendah dan konsentrasi CO2 yang rendah juga.

Baca juga: Gibran Bantah Sengaja Pakai Akronim Sulit saat Debat: Itu Istilah Biasa dalam Investasi

Sehingga memerlukan proses tambahan yang membutuhkan energi cukup besar untuk pemisahannya.

Kenyataan ini menjadikan tantangan ke depan yang harus diantisipasi agar dapat menciptakan proses penangkapan CO2 yang efektif dan efisien.

Walaupun secara umum teknologi CCS ini cukup menjanjikan untuk dipergunakan dalam menangani sumber emisi CO2 yang besar seperti pembangkit listrik berbahan bakar fosil atau industri besar lainnya.

Masih banyak hal-hal yang perlu diselesaikan sebelum CCS dapat diterapkan secara penuh, seperti perbaikan teknologi, legalisasi dan pembiayaan.

Baca juga: Pengamat: Pertanyaan Gibran kepada Cak Imin tentang SGIE Semalam Tidak Jelas

State of the Global Islamic Economy atau SGIE

SGIE adalah singkatan dari State of the Global Islamic Economy Report yang dirilis oleh DinarStandard.

Diketahui SGIE Report ini berisikan laporan indikator ekonomi islam global.

Beberapa hal yang jadi penilaian dalam SGIE Report ini di antaranya adalah sektor keuangan Islam, makanan dan minuman halal, kosmetik halal, obat-obatan halal, perjalanan ramah Muslim, fashion sederhana, serta media dan rekreasi bertema Islam.

Melansir laman resmi Kementerian Perindustrian, di tahun 2022 SGIE Report Indonesia berada dalam peringkat keempat setelah Malaysia, Arab Saudi dan Uni Emirate Arab.

Baca juga: Pertanyaan Gibran Soal SGIE ke Cak Imin Jebakan? Boleh atau Tidak?

Menurut CEO DinarStandard Rafi-uddin Shikoh, Indonesia mengalami kenaikan signifikan di sektor makanan halal, sehingga Indonesia bisa naik dua peringkat ke posisi kedua dalam sektor halal food.

“Indonesia mempertahankan posisi keempat di GIEI secara keseluruhan peringkat, Indonesia terus memperlihatkan kinerja yang baik dalam meningkatkan peringkat Halal Food,” kata Rafi-uddin, dilansir laman halal.kemenperin.go.id, Sabtu (23/12/2023).

Sebagai informasi, Global Islamic Economy Indikator (GIEI) merupakan gambaran negara-negara yang saat ini memiliki posisi terbaik untuk mengatasi peluang ekonomi halal global bernilai triliunan dolar.

GIEI memiliki tujuan yaitu sebagai tolak ukur ekosistem nasional yang mendukung perkembangan Islam dalam kegiatan usaha ekonomi.

Baca juga: TKN Sebut Penampilan Gibran Hapus Keraguan Pihak yang Bilang Takut Debat

Sebelumnya pada 2021, ekspor makanan halal Indonesia ke negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga meningkat sebanyak 16 persen.

Nilainya akan terus meningkat seiring dengan inisiatif dari pemerintah dan stakeholder dalam meluncurkan sistem data kodifikasi produk halal untuk mencatat nilai perdagangan global produk halal Indonesia.

Indonesia juga mengambil berbagai langkah untuk meningkatkan sertifikasi halal, salah satunya melalui digitalisasi.

Sektor keuangan syariah di Indonesia juga punya prospek menjanjikan dengan merger tiga bank anak usaha bank BUMN menjadi Bank Syariah Indonesia.

(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani)

Baca berita lainnya terkait Pilpres 2024.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini