TRIBUNNEWS.COM - Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis mengecam aksi penganiayaan terhadap relawan pasangan calon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD oleh oknum anggota TNI di Boyolali, Jawa Tengah.
Penganiayaan ini dilakukan oleh sejumlah oknum TNI yang diduga berasal dari Kompi B Yonif Raider 408/Sbh pada Sabtu (30/12/2023).
Koalisi Masyarakat Sipil menilai sikap sejumlah oknum TNI itu merupakan tindakan kesewenang-wenangan hukum yang brutal.
"Kami menilai, tindakan kekerasan oleh anggota TNI merupakan tindakan kesewenang-wenangan hukum yang brutal karena penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas merupakan tugas Kepolisian atau dinas perhubungan, bukan TNI," kata Ketua YLBHI Muhammad Isnur yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis, Minggu (31/12/2023).
Sikap arogan itu juga dinilai mencederai netralitas TNI dalam Pemilu 2024.
Baca juga: Dandim Pastikan Pengeroyokan Relawan Ganjar Tak ada Motif Politik, Sebut Netralitas TNI Harga Mati
"Selain itu, korban adalah massa politik yang sedang berkampanye politik, maka seharusnya dianggap sebagai dugaan pelanggaran yang masuk ranah penindakan Bawaslu."
"Terlebih saat ini merupakan momentum kampanye politik dan penganiayaan oleh Anggota TNI tersebut dilakukan terhadap salah satu relawan Capres/Cawapres, hal itu tentu dapat menyulut prasangka ketidaknetralan TNI dalam Pemilu," ujarnya.
Koalisi Masyarakat Sipil menegaskan perlu adanya penindakan tegas terhadap kasus tersebut.
Sebab menurutnya, kasus ini dinilai menambah deret panjang dugaan ketidaknetralan TNI di Pemilu 2024.
"Sebelumnya ramai diberitakan adanya dugaan kuat keterlibatan Anggota TNI dalam pemasangan Alat Peraga Kampanye," ujarnya.
Kemudian kasus Ajudan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Mayor Teddy Indra Wijaya, yang juga dinilai melanggar aturan netralitas sebagai anggota TNI aktif ketika hadir dalam barisan pendukung pasangan calon nomor urut 2 saat debat perdana capres.
"Tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun dan harus dilakukan penindakan tegas terhadap para pelaku di lingkungan peradilan umum," terangnya.
Ia pun mendorong agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan evaluasi dan mencopot Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Maruli Simanjuntak.
"Koalisi menilai, Panglima TNI dan KSAD gagal menjaga netralitas TNI dalam Pemilu 2024. Rusaknya netralitas harus diperbaiki dengan proses hukum yang adil dan benar."
"Koalisi mendesak Presiden Joko Widodo dan DPR RI untuk mengevaluasi dan mencopot Panglima TNI dan Kasad yang gagal mengontrol anggota sehingga terjadi penganiayaan berakibat kematian yang berulang dan gagal menjaga citra TNI untuk bersikap netral dalam Pemilu 2024," papar dia.
Sebagai informasi, ada 48 NGO tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil ini.
Yakni Imparsial, WALHI, Perludem, ELSAM, HRWG, Forum for Defacto, SETARA Institute, Migrant Care, IKOHI, PBHI Nasional, Transparency International Indonesia (TII), Indonesian Corruption Watch (ICW), KontraS, dan YLBHI.
Lalu, Indonesian Parlementary Center (IPC), Jaringan Gusdurian, Jakatarub, DIAN/Interfidei, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Yayasan Inklusif, Fahmina Institute, Sawit Watch, Centra Initiative, Medialink, Perkumpulan HUMA, Koalisi NGO HAM Aceh, Flower Aceh, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, dan Lingkar Madani (LIMA).
Kemudian, Desantara, FORMASI Disabilitas (Forum Pemantau Hak-hak Penyandang Disabilitas), SKPKC Jayapura, AMAN Indonesia, Yayasan Budhi Bhakti Pertiwi, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Aliansi Masyrakat Adat Nusantara (AMAN), Public Virtue, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), dan Yayasan Tifa.
Selain itu, ada Serikat Inong Aceh, Yayasan Inong Carong, Komisi Kesetaraan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Aceh, Eco Bhinneka Muhammadiyah, FSBPI, Yayasan Cahaya Guru (YCG), serta Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK).
Kronologi Kejadian
Sebelumnya, Kapendam IV Diponegoro, Kolonel Richard Harrison, telah memaparkan kronologi tindak penganiayaan ini.
Kolonel Richard menyebut, berdasarkan informasi sementara yang diterima, peristiwa yang terjadi di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kabupaten Boyolali itu terjadi secara spontan karena adanya kesalahpahaman antara kedua belah pihak.
"Awalnya sekira pukul 11.19 WIB beberapa anggota Kompi B yang sedang bermain bola voli, tiba-tiba mendengar suara bising rombongan sepeda motor knalpot brong yang oleh pengendaranya dimain-mainkan gasnya saat melintas di jalan Perintis Kemerdekaan Boyolali."
"Seketika itu beberapa anggota yang sedang bermain bola voli tersebut keluar gerbang dan saat itu dilihatnya rombongan pengendara sepeda motor kenalpot brong sudah berlalu melintas di depan Markas Kompi B," terang Richard, Sabtu, dikutip dari TribunSolo.com.
Tak berselang lama, ada dua orang pengendara sepeda motor yang lewat dengan knalpot brong sedang memainkan gas sepeda motornya.
Pengendara itu lalu dihentikan dan ditegur oleh oknum anggota TNI.
Oknum anggota TNI memberikan teguran supaya dua orang tersebut tertib berlalu lintas dengan tidak memainkan pedal gas sepeda motor berknalpot brong.
Itu karena menimbulkan suara bising dan mengganggu orang-orang di sekitar jalan.
"Selanjutnya terjadi cek-cok mulut hingga berujung terjadinya dugaan tindak penganiayaan oleh oknum anggota," ucap Richard.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunSolo.com dengan judul: BREAKING NEWS: Oknum TNI Aniaya Simpatisan Ganjar di Boyolali Akan Diproses Hukum.
(Tribunnews.com/Deni)(TribunSolo.com/Andreas Chris Febrianto)