TRIBUNNEWS.COM - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut pernyataannya terkait presiden boleh berpihak dan berkampanye.
Perludem menganggap, pernyataan Jokowi terlalu dangkal dan bisa menjadi alat pembenaran oleh pejabat negara lain untuk berpihak dalam Pemilu 2024.
"Pernyataan Presiden sangat dangkal, dan berpotensi akan menjadi pembenaran bagi Presiden sendiri, menteri, dan seluruh pejabat yang ada di bawahnya, untuk aktif berkampanye dan menunjukkan keberpihakan di dalam Pemilu 2024," kata Direktur Perludem, Khoirunnisa Agustyati, dalam keterangan pers yang diterima Tribunnews.com, Rabu (24/1/2024).
Khoirunisa menilai, munculnya pernyataan tersebut disampaikan Jokowi lantaran hanya merujuk pada Pasal 28 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Adapun bunyi pasal tersebut yaitu:
"Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan:
a. Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. Menjalani cuti di luar tanggungan negara.
Padahal, imbuh Khoirunisa, ada pasal lain dari UU Pemilu yang berisi terkait larangan kepada pejabat negara untuk menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu yaitu Pasal 282 yang berbunyi:
"Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye”.
Baca juga: Jokowi Sebut Presiden Boleh Memihak dan Ikut Kampanye di Hadapan Prabowo
Tak hanya itu, adapula Pasal 283 ayat 1 UU Pemilu yang berisi terkait pejabat negara maupun aparatur sipil negara (ASN) dilarang untuk berpihak kepada salah satu peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah kampanye.
Adapun pasal tersebut berbunyi:
“Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye”.
Berdasarkan pasal di atas, Khoirunnisa mengungkapkan ada batasan jelas bahwa pejabat negara memiliki batasan untuk tidak melakukan keputusan yang menguntungkan salah satu peserta pemilu tertentu.
"Dalam konteks ini, jika ada tindakan presiden, apapun itu bentuknya, jika dilakukan tidak dalam keadaan cuti di luar tanggungan negara, tetapi menguntungkan peserta pemilu tertentu, itu jelas adalah pelanggaran pemilu," katanya.
Khoirunnisa mengungkapkan adanya aturan semacam ini demi memastikan pejabat negara tidak menyalahgunakan jabatannya dengan mendukung salah satu peserta pemilu.
Dia pun mengatakan, ada tiga poin desakan dari Perludem kepada Jokowi yaitu menarik pernyataannya soal presiden boleh memihak dan berkampanye.
"Presiden Jokowi menarik pernyataan bahwa Presiden dan Menteri boleh berpihak karena ini akan berpotensi menjadi alasan pembenar untuk pejabat negara dan seluruh aparatur negara untuk menunjukkan keberpihakan politik di dalam penyelenggaraan pemilu, dan berpotensi membuat proses penyelenggaraan pemilu dipenuhi dengan kecurangan, dan menimbulkan penyelenggaraan pemilu yang tidak fair dan tidak demokratis," ujarnya.
Kedua, Perludem mendesak agar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bertanggung jawab untuk menyelesaikan terkait wujud ketidaknetralan dan keberpihakan aparatur dan pejabat negara yang menguntungkan peserta pemilu tertentu dan menindak seluruh tindakan yang diduga memanfaatkan program dan tindakan pemerintah yang menguntungkan peserta pemilu tertentu.
Terakhir yaitu mendesak seluruh pejabat negara untuk menghentikan segala aktivitas yang menjurus kepada keberpihakan terhadap salah satu peserta pemilu.
Sebelumnya, Jokowi menyebut Presiden boleh untuk berkampanye dan memihak.
Hal ini disampaikannya menjawab pertanyaan awak media terkait netralitas menteri dalam Pemilu 2024.
Bahkan, pernyataannya itu disampaikannya di depan Menteri Pertahanan (Menhan) sekaligus capres nomor urut 2, Prabowo Subianto.
"Yang paling penting, Presiden itu boleh lho kampanye, Presiden boleh lho memihak," katanya usai penyerahan sejumlah alutsista di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).
Baca juga: Jokowi Sebut Presiden Boleh Kampanye, Elite PKB: Tanda Kepanikan
Namun, Jokowi mengingatkan bahwa kampanye yang dilakukan tidak diperbolehkan untuk menggunakan fasilitas negara.
Dia mengungkapkan diperbolehkannya presiden atau pejabat lainnya berkampanye lantaran berstatus pejabat publik sekaligus pejabat politik.
"Tapi yang paling penting, waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Boleh."
"Kita ini kan pejabat publik sekaligus pejabat politik. Masak gitu nggak boleh. Menteri juga boleh (berkampanye)," ujarnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Pilpres 2024