TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Calon Presiden (Capres) Nomor Urut 3, Ganjar Pranowo, menegaskan dirinya pasang badan saat terjadi konflik Proyek Stategis Nasional Wadas di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, pada Februari 2022 lalu.
Ganjar menyebut, konflik Wadas berawal dari minimnya sosialisasi pembangunan Bendungan Bener di Desa Guntur, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, ketika Proyek Strategis Nasional (PSN) akan dilaksanakan.
Perwakilan masyarakat yang diajak berembug tidak mencerminkan kelompok-kelompok yang ada. Akibatnya, penjelasan teknis pembangunan bendungan tidak disa diberikan, karena warga sudah menolak terlebih dulu.
“Nah, kejadian ramai, polisi turun tangan, diambil lah beberapa orang. Judulnya diamankan. Saat itu, saya lagi jatuh dari sepeda, tangan saya patah, baru keluar dari rumah sakit, cuma sehari saja. Pak Kapolda kontak saya, Pak Gubernur kita mau kumpulkan media, mau media briefing, oh saya datang,” jelas Ganjar saat diwawancara di Jakarta, sebagaimana keterangan pers, Kamis (25/1/2024).
Gubernur Jawa Tengah dua periode itu (2013-2018 dan 2018-2023) menyampaikan, ada empat hal yang ia tegaskan pasca-bentrokan aparat dan warga terkait proyek Wadas.
“Pertama, saya bertanggung jawab. Kedua, bebaskan yang diamankan. Ketiga, bertemu dengan penduduk, dan yang keempat kami akan kawal. Dan, saya datang,” lanjutnya.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah lalu menyediakan bus untuk memulangkan warga yang sempat diamankan polisi, karena tidak mau diangkut dengan mobil Brimob. Bahkan, polisi memberi bingkisan kepada para warga.
“Setelah itu, ramai orang membicarakan itu. Dua tahun lah, dan sampai terakhir itu ada 3 orang yang belum menerima. Yang sudah terima, ada yang buka restoran, buka usaha. Beberapa orang yang dulu saya temui di masjid itu belum terima, sekarang sudah terima, kami bersabar,” lanjut Capres yang berpasangan dengan Cawapres Mahfud MD.
Bantuan Pemprov Jateng
Lebih lanjut, Ganjar menjelaskan bahwa Bendungan Bener adalah milik Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak yang berlokasi di wilayah Jateng. Saat Badan Pertanahan Nasional (BPN) sulit membebaskan lahan, kewajiban Pemprov Jawa Tengah untuk membantu.
Baca juga: Reaksi Ganjar soal Kabar Jokowi akan Bertemu Megawati: Mungkin Ibu Tak Mau Ganggu Saya
Baca juga: Jelang Debat Keempat, Ganjar-Mahfud Siap Jika Konflik Wadas Dibahas
Kemudian, untuk menjawab ada atau tidaknya kerusakan lingkungan sebagai dampak pembangunan bendungan itu, Ganjar meminta tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengecek kondisi di lapangan, namun warga sempat menolak.
Dengan demikian, bukan hanya BPN dan ESDM yang tidak bisa masuk ke lokasi proyek, pihak BBWS pun akhirnya tidak bisa mengeksekusi pekerjaan teknis lantaran khawatir ada ledakan.
“Kemudian kita lakukan sosialisasi, anak-anak yang trauma itu kita lakukan trauma healing, ibu-ibu kemudian kami kasih kegiatan, bapak-bapak ingin perbaikan infrastruktur, saya bantu dari Pemprov Jateng.
Nah, ketika diperlakukan dan tidak ada yang tanggung jawab bagaimana? Saya bantu. Gubernur sebagai wakil dari pemerintah pusat, saya tanggung jawab,” lanjut Ganjar.
Baca juga: Jokowi Bilang Presiden Boleh Kampanye di Acara TNI AU, Pengamat: Kena Jebakan Batman
Berdasarkan analisis para geolog tidak ditemukan titik air di lokasi yang diperdebatkan warga. Hanya saja, ujarnya, hasil analisis para geolog itu kurang menarik bagi media dibanding saat polisi mengamankan warga.
“Dulu dengan para Pemimpin Redaksi, saya jelaskan. Kita Zoom sama para Pemimpin Redaksi, kita jelaskan ini lho, gambarnya ini, oh, Mas Ganjar, kenapa itu tidak ditampilkan? Iya, karena tidak menarik, yang menarik pasti dipubliknya adalah konflik waktu polisi mengamankan itu,” ujarnya.
Tambang Batu Andesit
Bendungan Bener adalah sebuah proyek bendungan bertipe urugan batu yang dibangun di Desa Guntur, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Bendungan ini memiliki kapasitas tampung 100,94 juta meter kubik air dan luas genangan mencapai 690 hektare.
Pada 2015, dilakukan penelitian kandungan dalam bukit di Desa Wadas yang akan dijadikan material pembangunan bendungan. Penelitian dilakukan dengan mengebor tanah sedalam 50 hingga 75 meter di 7 titik pengeboran.
Sampel tanah yang diambil dari pengeboran kemudian diuji di laboratorium. Pembangunan Bendungan Bener dimulai pada tahun 2017 dan direncanakan akan rampung pada akhir tahun 2023. Biaya sebesar Rp 2,03 triliun dari dana APBN dan APBD digunakan untuk membangun bendungan ini.
PT Brantas Abipraya, PT Waskita Karya, dan PT Pembangunan Perumahan ditunjuk sebagai kontraktor pembangunan.
Pembangunan bendungan ini mendapatkan penolakan dari warga Desa Wadas yang berjarak sekitar 17 km tenggara proyek bendungan.
Warga setempat menolak rencana pemerintah untuk membuka penambangan terbuka batuan Andesit di desa itu untuk dijadikan bahan baku pembangunan bendungan ini.
Beberapa LSM dan organisasi massa melaporkan terdapat aksi kekerasan yang dilakukan pemerintah (melalui pengerahan aparat kepolisian dan tentara) kepada warga saat aksi protes dilaksanakan. Banyak warga yang di amankan, meskipun kemudian dilepas kembali.
Melansir situs Pemerintah Provinsi Jateng (jetengprov.go.id), warga Wadas akhirnya menyepakati pembebasan lahan tambang batu andesit untuk material pembangunan Bendungan Bener. Mufakat diambil dalam musyawarah warga pemilik lahan bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kamis (31/8/2023).
Baca juga: Polemik Pose Dua Jari Iriana Jokowi Dari Mobil Kepresidenan, Cak Imin dan TPN Beri Kritik Pedas
Baca juga: Pakar Nilai Jokowi Salah Tafsir Undang-Undang: Hak Kampanye Presiden Hanya Bagi Petahana
Wakil Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah, Sumarsono mengatakan, musyawarah berlangsung sangat lancar dan kondusif. Pertemuan itu membahas dua hal. Pertama, soal bentuk ganti untung lahan warga, dan yang kedua soal besaran nilai ganti untung.
Dijelaskan, lahan yang belum dibebaskan sebanyak 116 bidang milik 59 orang. Musyawarah tersebut berhasil menghadirkan 58 orang. Satu pemilik lahan tidak hadir karena keluar kota.
Dari yang hadir, 56 orang di antaranya telah menandatangani besaran nilai ganti untung. Sedangkan dua lainnya belum tanda tangan, karena masih ingin bernegosiasi harga dengan panitia.
“Berarti dari 59 pemilik lahan ada tiga yang belum tanda tangan. Lainnya, atau 56 orang sudah tanda tangan berita acara menyetujui besaran ganti untung,” kata Sumarsono.
Meski ada tiga yang belum tanda tangan, menurut Sumarsono, hal itu tidak masalah. Dia yakin seluruh berkas akan selesai sebelum pembayaran lahan pada bulan depan. Dengan demikian pembebasan lahan di Wadas dipastikan selesai 100 persen. (Tribunnews/Yls)