News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Jelang Lengser, Jokowi Dilaporkan Atas 3 Tuduhan: Dugaan Nepotisme-Sebut Presiden Boleh Memihak

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Jokowi di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024) dan Jokowi) dalam pidato di acara penyerahan bantuan Program Indonesia Pintar, di Blora, Jawa Tengah pada Selasa (23/1/2024). Deretan kasus terkait dengan Pemilu 2024 menjerat Jokowi. Adapun kasusnya soal dugaan nepotisme hingga menyebut presiden boleh memihak.

TRIBUNNEWS.COM - Jelang akhir masa jabatannya sebagai Presiden, Joko Widodo (Jokowi) justru mengalami deretan pelaporan oleh berbagai pihak.

Adapun pelaporan terhadapnya berkaitan dengan Pemilu 2024.

Terbaru, Jokowi rencananya bakal dilaporkan oleh Tim Nasional (Timnas) Anies-Muhaimin (AMIN) ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait pernyataannya yang menyebut presiden boleh untuk memihak dan berkampanye.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Tim Hukum Timnas AMIN, Ari Yusuf Amir.

“Iya (akan laporkan Jokowi ke Bawaslu). Kami akan memberikan pendapat hukum, kami analisa hukum kami kepada Bawaslu.”

“Dan silakan Bawaslu untuk menyikapi nanti,” katanya ketika berada di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (25/1/2024).

Ari mengungkapkan pihaknya saat ini masih menyiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan untuk melaporkan Jokowi.

“Jadi kita sekarang di Jakarta lagi menyiapkan itu, kita format secara baik, kita akan buat laporan ke Bawaslu terkait ini,” tuturnya.

Sebelumnya, Jokowi juga dilaporkan oleh beberapa pihak terkait Pemilu 2024, berikut faktanya.

Baca juga: Presiden dan Menteri Berkampanye, Masyarakat Makin Curiga, Kredibilitas Jokowi Dipertanyakan

Jokowi Dilaporkan ke KPK atas Dugaan KKN

Pada 23 Oktober 2023 lalu, Jokowi dilaporkan oleh Tim Pembela Demokrasi (TPDI) dan Persatuan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Tak hanya Jokowi, keluarganya pun turut dilaporkan yaitu kedua putranya yakni cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka; Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep; dan iparnya sekaligus mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman

Koordinator TPDI dan Perekat Nusantara, Erick S Paat menjelaskan, alasan pihaknya melaporkan Jokowi hingga Kaesang terkait putusan MK yang mengabulkan gugatan batas usia capres-cawapres yaitu menjadi kepala daerah yang berumur di bawah 40 tahun boleh maju dalam Pilpres 2024.

Dia mengatakan jabatan Anwar Usman yang merupakan ipar dari Jokowi diduga kuat berinidikasi akan ada konflik kepentingan dalam putusan tersebut.

Erick juga mengatakan, gugatan yang dikabulkan oleh hakim MK ini tertulis adanya nama Gibran.

Ditambah, adanya gugatan lain yang juga dilayangkan oleh PSI yang kini diketuai oleh putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep.

"Kaitannya bahwa Presiden dengan Anwar itu ipar, kita tahu ya karena menikah dengan adiknya presiden. Nah kemudian, Gibran anaknya (Jokowi)."

"Berarti sedangkan Ketua MK hubungannya antara paman dan keponakan (Gibran). Dan PSI yaitu Kaesang keponakan dengan paman," jelas Erick.

Erick menjelaskan, ketika ada gugatan di mana pemohonnya memiliki hubungan keluarga, maka hakim MK harus mengundurkan diri.

"Tapi kenapa Ketua MK tetap membiarkan dirinya tetap menjadi Ketua Majelis Hakim. Nah ini ada keterkaitannya dengan kedudukan Presiden Jokowi yang menjadi salah satu pihak yang harus hadir dalam persidangan ini," katanya.

Erick pun menduga adanya unsur kesengajaan dan pembiaran dalam penanganan perkara gugatan batas usia capres-cawapres ini.

Sehingga, imbuhnya, pada hal ini lah, diduga kuat adanya unsur kolusi dan nepotisme dari Jokowi, Anwar Usman, Gibran, dan Kaesang.

"Nah ini yang kami lihat kolusi dan nepotismenya antara Ketua MK sebagai Ketua Majelis Hakim, dengan Presiden Jokowi, dengan keponakannya Gibran, dan keponakannya Kaesang," tuturnya.

Keluarga Jokowi hingga Prabowo Digugat ke PTUN atas Dugaan Nepotisme

Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka: Ketua PSI: Kaesang Pangarep; Presiden Joko Widodo (Jokowi); dan Wali Kota Medan, Bobby Nasution. (Kolase Tribunnews.com)

Keluarga Jokowi kembali terjerat kasus hukum setelah lagi-lagi dilaporkan oleh Perekat Nusantara ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 12 Januari 2024 lalu.

Kini, pelaporan tersebut tidak hanya menyeret keluarga Jokowi saja tetapi juga capres nomor urut 2, Prabowo Subianto.

Koordinator Perekat Nusantara, Petrus Selestinus mengatakan pelaporan terhadap keluarga Jokowi dan Prabowo dilandasi keprihatinan atas dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Jokowi menjelang Pemilu 2024 digelar.

“Melihat perkembangan politik menjelang Pemilu, politik mana dari hari ke hari, nampak memperlihatkan bahwa kekuasaan sudah menggeser dari rambu-rambu hukum. Ini bermula dari putusan MK nomor 90 yang akhirnya masyarakat menjuluki MK sebagai Mahkamah Keluarga,” katanya di PTUN Jakarta.

Petrus mengatakan, melalui putusan MK tersebut, maka dia menduga dinasti politik di era kepemimpinan Jokowi semakin menguat.

“Menguatnya itu di mana? Menguatnya itu yang di mana dinasti politik hanya berada di lingkaran eksekutif, ini sudah lintas lembaga tinggi dari lembaga kepresidenan masuk ke lembaga yudikatif yaitu Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.

Petrus pun menilai, MK saat ini sudah tidak bersifat independen buntut putusan 90 yang berujung pemecatan terhadap ipar Jokowi, Anwar Usman sebagai Ketua MK.

Dia pun menganggap MK saat ini sudah berada di bawah cengkraman rezim Jokowi.

“Buktinya apa? Anwar Usman sebagai Ketua MK dan hakim konstitusi meloloskan Gibran Rakabuming (sebagai cawapres) melalui putusan perkara 90. Putusan itu berdampak sangat luas, sampai Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menyatakan Anwar Usman terbukti melanggar etik perilaku hakim,” katanya.

Baca juga: Jokowi Disebut Tak Netral Sejak Tahapan Pilpres 2024 Demi Melanggengkan Kekuasaan

Petrus juga menilai putusan MKMK yang hanya mencopot Anwar Usman sebagai Ketua MK alih-alih memecatnya sebagai hakim konstitusi tetap membuat MK tidak bersih.

Dia pun berharap PTUN bisa menjadi lembaga hukum yang dipercaya pasca dilayangkannya gugatan terhadap Jokowi dengan mengabulkan gugatannya tersebut.

Petrus mengatakan pelaporannya ini semata-mata demi memberantas dinasti politik yang menurutnya tengah dipraktikan mantan Wali Kota Solo tersebut.

“Jadi posisi PTUN saat ini menjadi harapan rakyat, bisa menjernihkan hiruk-pikuk persoalan hukum yang terjadi semata-mata akibat dinasti politik dan nepotisme.”

“Dinasti politik dan nepotisme kalau tidak segera dibersihkan, maka kedaulatan rakyat akan digantikan dinasti politik,” tegasnya.

Jokowi Dilaporkan Timnas AMIN usai Sebut Presiden Boleh Memihak

Terbaru, Jokowi akan dilaporkan ke Bawaslu oleh Timnas AMIN setelah menyebut presiden boleh untuk memihak dan berkampanye.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Tim Hukum Timnas AMIN, Ari Yusuf Amir.

“Iya (akan laporkan Jokowi ke Bawaslu). Kami akan memberikan pendapat hukum, kami analisa hukum kami kepada Bawaslu.”

“Dan silahkan Bawaslu untuk menyikapi nanti,” katanya ketika berada di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (25/1/2024).

Ari mengungkapkan pihaknya saat ini masih menyiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan untuk melaporkan Jokowi.

“Jadi kita sekarang di Jakarta lagi menyiapkan itu, kita format secara baik, kita akan buat laporan ke Bawaslu terkait ini,” tuturnya.

Baca juga: Pernyataan Jokowi soal Presiden Boleh Kampanye Dinilai Masih Normatif

Ari mengungkapkan pernyataan Jokowi tersebut diduga telah melanggar kepentingannya sebagai pemimpin negara.

Dia pun menganggap aturan-aturan Jokowi terkait Pemilu 2024 seperti menteri ataupun pejabat negara tidak perlu mengundurkan diri adalah contoh penggunaan fasilitas negara yang disalahgunakan.

"(Terkait dugaan) kepentingan berbangsa dan bernegara. Jadi lebih kepada kalau bicara aturan formil dibuatlah semua aturan formil ini dibuat. Bagaimana kemarin misalnya contoh menteri menteri itu ketika mereka mencalonkan diri harusnya kan mengundurkan diri."

"Sekarang tidak begitu cukup cuti. Cuti pun dengan penuh fasilitas yang tidak bisa dibedakan. Jadi banyak sekali aturan-aturan yang katanya sesuai aturan tapi aturan itu dibuat secara tidak benar," ujar Ari.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Rizki Sandi Saputra/)

Artikel lain terkait Pilpres 2024

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini