News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Usai Panen Kritik saat Sebut Presiden Boleh Kampanye, Jokowi Beri Klarifikasi Tunjukkan UU Terkait

Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Jokowi menjelaskan mengenai pernyataannya beberapa waktu lalu yang menyebut bahwa Presiden boleh memihak dan berkampanye.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Jokowi mengatakan, menteri bisa berkampanye dalam pemilihan umum (Pemilu).

Selain menteri, Jokowi mengatakan presiden juga boleh memihak kepada calon tertentu dalam kontestasi pesta demokrasi.

Jokowi mengatakan, aktivitas yang dilakukan menteri-menteri dari bidang non politik itu merupakan hak demokrasi.

Baca juga: Pengamat Politik Nilai Cawe-cawe Jokowi di Pilpres Terlalu Jauh: Ingin Menang, tapi Tak Demokrasi

"Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja," ujar Jokowi saat memberikan keterangan pers di Terminal Selatan Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu.

"Yang penting, presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh. Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. (Jadi) boleh (presiden kampanye)," katanya.

Baca juga: Presiden Jokowi disebut jadi Sosok yang Paling Deg-gegan Menunggu Hasil Pilpres 2024

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu lantas menjelaskan bahwa presiden dan menteri merupakan pejabat publik sekaligus pejabat politik.

Oleh karena itu, Jokowi berpandangan bahwa presiden dan menteri boleh berpolitik.

Namun, pernyataan Presiden Jokowi tersebut menjadi sebuah blunder dan mendapatkan beragam kritik.

Pernyataan Menyesatkan

Direktur Eksekutif Indonesian Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa presiden boleh memihak dan melakukan kampanye menyesatkan.

"Statemen presiden boleh memihak dan boleh melakukan kampanye adalah statemen yang menyesatkan," ucap Dedi saat dihubungi, Kamis (25/1/2024).

Dedi menjelaskan, sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara, presiden merupakan penyelenggara pemilihan.

"Kalau presiden sebagai penyelenggara pemilihan lalu memihak maka ini bisa saja merusak kualitas dari proses elektoral itu," kata Dedi.

Dedi menilai, pernyataan Jokowi dapat mempengaruhi institusi yang erat kaitannya dengan penyelenggaraan pemilu, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Kementerian Dalam Negeri, dalam menjalankan tugasnya.

"KPU, Kementerian Dalam Negeri, termasuk juga mitra di parlemen yang memiliki korelasi dengan pemilihan umum, besar kemungkinan mereka akan terpengaruh ketika tahu presiden memihak kemana," tambah Dedi.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini