News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Gelombang Kampus Kritik Jokowi Makin Meluas, Kini Giliran Unpad dan UMY

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Pravitri Retno W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo bersilaturahmi dengan Peserta JKN-KIS di Taman Budaya Gunungkidul, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Selasa, 30 Januari 2024. Deretan kritikan dari beberapa kampus di Indonesia terhadap Jokowi semakin banyak. Terbaru, ada Unpad dan UMY yang turut mengkritik Jokowi.

TRIBUNNEWS.COM - Gelombang kritik dari kampus terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) semakin meluas hingga saat ini.

Setelah kemarin Universitas Indonesia (UI) membacakan petisi di Kampus UI di Depok, Jawa Barat, kini giliran Universitas Padjajaran (Unpad) dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang melontarkan kritik kepada Jokowi.

Unpad, melalui petisi Seruan Padjajaran, melontarkan kritik terhadap pemerintahan Jokowi setelah melihat dinamika politik yang terjadi menjelang Pemilu 2024.

Dalam petisi tersebut, akademisi Unpad menilai Jokowi telah melakukan pelanggaran etika hingga pencederaan nilai-nilai demokrasi.

Ketua Senat Unpad, Ganjar Kurnia, menyerukan agar semua kalangan mendorong Jokowi untuk kembali melakukan tugas pemerintahannya saja ketimbang mendahulukan kepentingan pribadi dan kelompok.

“Peristiwa-peristiwa sosial, politik, ekonomi, dan hukum belakangan ini adalah sebuah rangkaian dari menurunnya kualitas demokrasi selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo,” kata Ganjar di Gerbang Pintu Utama Kampus Unpas Dipatiukur, Bandung, Sabtu pagi, dikutip dari Tribun Jabar.

Ganjar menyebutkan beberapa hal yang menjadi tolok ukur menurunnya kualitas demokrasi di Tanah Air seperti Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang menurun, pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga nepotisme.

“Kualitas institusi adalah pilar dari peningkatan kesejahteraan. Pembangunan yang hanya berorientasi pada pembangunan infrastruktur fisik, tapi merusak tatanan, justru akan membuat mandeknya pertumbuhan ekonomi, penurunan kemiskinan dan peningkatan ketimpangan,” tuturnya.

Ganjar juga mengatakan deretan peristiwa politik menjelang Pemilu 2024 ini turut mengganggu lima cita-cita pendiri bangsa yaitu kemerdekaan, kebersatuan, kedaulatan, keadilan, dan kemakmuran.

“Terfokusnya kekuasaan secara elitis membuat kemakmuran belum dirasakan kebanyakan rakyat Indonesia,” tuturnya.

Baca juga: Petisi Bulaksumur UGM, Airlangga: Itu Tokoh yang Pakai Nama Kampus

Terpisah, UMY turut menyerukan petisi yang bertajuk “Pesan Kebangsaan dan Imbauan Moral: Mengawal Demokrasi Indonesia yang Berkeadaban” di depan Gedung AR Fachrudin uMY, Bantul, pada Sabtu siang.

Guru Besar UMY, Akif Khilamiyan, menyebut adanya kenaikan signifikan terkait pelanggaran konstitusi dan hilangnya etika bernegara dalam setahun belakang.

“Mulai dari KPK yang dikebiri, pejabat yang doyan korupsi, DPR yang tak berfungsi membela anak negeri dan sebagian hakim MK yang tidak punya etika dan harga diri,” ujarnya, dikutip dari Kompas.com.

Akif mengungkapkan puncak dari segala pelanggaran adalah ketika dipasungnya hakim MK oleh ambisi penguasa negeri dan hilangnya etika dalam politik kontestasi menjelang Pemilu 2024 pada 14 Februari mendatang.

Menurutnya, para penguasa saat ini justru ambisius dan sibuk melanggengkan kekuasaan yang dimilikinya.

Di sisi lain, Akif menganggap para penguasa malah tidak memikirkan rakyat dan terjerembab dalam kekuatan oligarki.

“Kerapuhan fondasi bernegara ini hampir sempurna karena para penyelenggara negara, pemerintah, DPR, dan peradilan gagal menunjukkan keteladanan mereka dalam menjaga kepatuhan kepada prinsip-prinsip konstitusi dan etika bernegara yang harusnya ditaati dengan sepenuh hati,” ujarnya.

Akif juga menuntut adanya keteladanan dari para pemimpin dengan menegakkan etika bernegara di hadapan para warga negara.

“Tanpa keteladanan para penyelenggara negara, maka Indonesia akan berada di ambang pintu menjadi negara gagal,” tuturnya.

Sehingga, dia berharap rakyat harus bergerak untuk mengingatkan segenap penyelenggara negara agar mereka mematuhi konstitusi dan merawat demokrasi Indonesia.

“Mendesak Presiden RI menjalankan kewajiban konstitusionalnya sebagai penyelenggara negara untuk mewujudkan pelaksanaan Pemilu 2024 yang jujur dan adil.”

“Penggunaan fasilitas negara dengan segenap kewenangan yang dimiliki merupakan pelanggaran konstitusi yang serius,” katanya.

Selanjutnya, Akif juga memuntut para aparat hukum untuk bersikap netral dalam Pemilu 2024.

Selain itu, dia juga mendesak partai politik untuk menyetop praktik politik uang dan penyalahgunaan kekuasaan dalam Pemilu 2024.

Terakhir, Akif pun menghimbau kepada seluruh rakyat Indonesia untuk mengawak Pemilu 2024 agar berlangsung secara jujur dan adil agar menghasilkan pemimpin yang berani menegakkan prinsip-prinsip konstitusi.

Kritik UI, UGM, dan UII

Sejumlah akademisi UGM menyampaikan Petisi di Balairung Gedung Pusat UGM, Rabu (31/1/2024). (istimewa)

Kemarin, UI, melalu pernyataan dari Ketua Dewan Guru Besar UI, Harkristuti Harkrisnowo, mengungkapkan tengah berperang demi pemulihan demokrasi di Tanah Air.

“Lima tahun terakhir, utamanya menjelang Pemilu 2024, kami kembali terpanggil untuk menabuh genderang, membangkitkan asa dan memulihkan demokrasi negeri yang terkoyak,” ujarnya di Kampus UI di Depok, Jawa Barat, Jumat (2/2/2024).

Hakristuti mengungkapkan, saat ini Indonesia tengah kehilangan kendali sehingga menggerus etika dan keluhuran budaya.

“Negeri kami nampak kehilangan kemudi akibat kecurangan dalam perebutan kuasa, nihil ertika, menggerus keluhuran budaya serta kesejatian bangsa,” tuturnya.

Dia mengatakan para sivitas akademika UI prihatin atas hancurnya tatanan hukum dan demokrasi di Tanah Air.

Akibatnya, sambungnya, keadilan di berbagai sektor menjadi terampas.

“Hilangnya etika bernegara dan bermasyarakat, terutama korupsi dan nepotisme telah menghancurkan kemanusiaan, dan merampas akses keadilan kelompok miskin terhadap hak pendidikan, kesehatan, layanan publik, dan berbagai kelayakan hidup,” tegasnya.

Selain itu, Harkristuti pun mengaku muak dengan tingkah para pejabat yang disebutnya telah mengingkari sumpah jabatan dengan menumpuk harta untuk kepentingan pribadi.

Baca juga: Kritik Tajam Sejumlah Kampus Warning Jokowi, Mulai UGM, UII, Unhas, UI hingga Unpad Ambil Sikap

Jelang pemilu, dia melihat hal tersebut semakin terlihat.

“Kami resah atas sikap dan tindak laku para pejabat, elite politik dan hukum yang mengingkari sumpah jabatan mereka untuk menumpuk harta pribadi, dan membiarkan negara tanpa tata kelola dan digerus korupsi, yang memuncak menjelang pemilu,” tegasnya.

Sementara sebelum UI, dua kampus lain yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta turut melontarkan kritiknya kepada Jokowi pada Kamis (1/2/2024).

Guru-guru besar UGM, lewat “Petisi Bulaksumur” menilai pemerintahan Jokowi yang di saat bersamaan juga merupakan alumnus telah melakukan tindakan menyimpang dalam penyelenggaraan negara

Guru Besar Fakultas Psikologi UGM, Koentjoro, membacakan isi petisi tersebut dengan mengungkapkan keprihatinan atas tindakan menyimpang dari soal prinsip demokrasi hingga keadilan sosial sejumlah pejabat negara.

“Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada,” kata Koentjoro membacakan petisi tersebut di Balairung UGM, Yogyakarta, Kamis (1/2/2024).

Beberapa penyimpangan yang disinggung dalam petisi tersebut antara lain terkait pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi (MK), keterlibatan aparat penegak hukum dalam proses demokrasi hingga tak selarasnya pernyataan Jokowi soal keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik.

Koentjoro pun meminta Jokowi agar mengingat janji sebagai sivitas akademika UGM yang berbunyi:

“… Bagi kami almamater kuberjanji setia. Kupenuhi dharma bhakti ‘tuk Ibu Pertiwi. Di dalam persatuanmu jiwa seluruh bangsaku. Kujunjung kebudayaanmu, kejayaan Nusantara…”

Kemudian, civitas akademika dari UII juga melayangkan kritik ke Jokowi dan meminta agar mantan Wali Kota Solo itu bisa menjadi teladan dan bertingkahlaku layaknya negarawan.

Rektor UII, Fathul Wahid, meminta agar Jokowi tidak memanfaatkan institusi kepresidenan untuk memenuhi kepentingan politik keluarga dalam Pilpres 2024.

Baca juga: Kata Anies dan Ganjar soal Jokowi Panen Kritik dari Sivitas Akademika

Senada dengan kritik UI, Fathul juga menyoroti soal penyalahgunaan wewenang tanpa malu-malu dan penggunaan kekuasaan untuk kepentingan politik sekelompok golongan.

“Demokrasi Indonesia kian tergerus dan mengalami kemunduran. Kondisi ini kian diperburuk dengan gejala pudarnya sikap kenegarawanan dari Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo,” kata Fathul.

“Indikator utamanya adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden yang didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi No.90/PUU-XXI/2023,” imbuhnya.

Fathul juga menyoroti soal intervensi politik dari Jokowi lewat pernyataannya soal presiden boleh berpihak dan berkampanye yang sempat disampaikannya beberapa waktu lalu.

Tak sampai disitu, penyaluran bantuan sosial (bansos) oleh Jokowi jelang pencoblosan, juga dianggap bernuansa politis.

“Perkembangan termutakhir, distribusi bantuan sosial melalui pembagian beras dan bantuan langsung tunai (BLT) oleh Presiden Joko Widodo juga ditengarai sarat dengan nuansa politik praktis yang diarahkan pada personalisasi penguatan dukungan terhadap calon presiden dan calon wakil presiden tertentu,” kata Fathul membacakan poin pernyataan sikap tersebut.

Sebagian artikel telah tayang di Tribun Jabar dengan judul "BREAKING NEWS, Seruan Padjadjaran Unpad: Soroti Korupsi hingga Nepotisme dalam Kepemimpinan Jokowi"

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Jabar/Seli Andina Miranti)(Kompas.com)

Artikel lain terkait Pilpres 2024

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini