Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri angkat bicara soal isu operasi tekan rektor dengan meminta membuat video testimoni mengapresiasi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Isu yang beredar, operasi ini dilakukan terhadap sejumlah rektor di Jawa Tengah termasuk Rektor Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang.
Kabaharkam Polri Komjen Fadil Imran membantah soal isu itu. Dia menyebut hampir setiap hari polisi mendatangi tokoh masyarakat hingga tokoh agama dan bukan hanya rektor saja.
Baca juga: Penjelasan Kapolrestabes Semarang Soal Permintaan Video Apresiasi Jokowi kepada Rektor Unika
Hal ini merupakan tugas dari Operasi Nusantara Cooling System dalam rangka Pemilu 2024.
"Polisi hampir setiap hari mendatangi orang, bukan hanya rektor. Tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda," kata Fadil di Lapangan Satlat Korbrimob Polri, Cikeas, Bogor, Rabu (7/2/2024).
Fadil mengatakan isu tersebut tersebar karena yang didatangi adalah rektor di tengah isu para civitas akademisi mengkritik pemerintahan Jokowi.
"Ini barangkali karena yang didatangkan rektor saja kemudian ada momentum-momentum seperti itu kemudian menjadi sebuah perbincangan," ungkapnya.
Lebih lanjut, Fadil memastikan, apa yang dilakukan pihaknya sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku.
"Yang pasti kita pasti akan mengambil langkah yang objektif sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," ucapnya.
Komentar Mahfud
Di tengah derasnya kritikan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi), calon wakil presiden 03, Mahfud MD, justru mengaku menerima laporan adanya semacam operasi untuk menekan para rektor yang belum menyatakan sikap.
Baca juga: Sosok Kombes Irwan Anwar, Kapolrestabes Semarang Bantah Adanya Intimidasi pada Rektor Unika Semarang
Mahfud mengatakan, para rektor itu diminta untuk menyatakan sikap yang bertolak belakang dengan kampus lain yang belakangan ini masif mengkritik pemerintah.
Hal itu diungkap Mahfud MD saat acara 'Tabrak Prof' di Koat Kopi, Depok, Sleman, Senin (5/2/2024) malam.
"Saya dapat laporan ada semacam operasi untuk menekan rektor-rektor lain yang belum menyatakan sikap dan akan membuat deklarasi untuk kebaikan bangsa untuk membangun demokrasi yang bermartabat."
"Mereka ini diminta untuk menyatakan sikap yang berbeda, sikap yang berbeda, didatangi mereka untuk menyatakan bahwa Presiden Jokowi baik, pemilu baik, penanganan Covid baik dan sebagainya," kata Mahfud, Senin malam.
Kemunculan operasi itu hampir bersamaan dengan deklarasi yang dilakukan kampus lain setelah UGM.
Baca juga: Fakta-fakta Cerita Rektor Unika Diminta Buat Video Apresiasi Jokowi: Tegas Menolak sampai Ditelepon
"Sesudah UGM muncul lalu bermunculan jadwal tetapi bersamaan dengan itu juga muncul sebuah operasi yang mendekati rektor-rektor yang belum mengemukakan pendapatnya belum berkumpul untuk deklarasi," ucapnya.
Meski demikan, Mahfud mengatakan ada beberapa rektor yang kemudian membuat pernyataan sesuai pesanan itu.
Namun, sebaliknya, ada pula yang menolak tawaran itu. Yakni rektor dari Universitas Katolik Soegijapranata (Unika) Semarang.
"Ada beberapa rektor perguruan tinggi yang kemudian membuat pernyataan sesuai dengan yang diminta oleh orang yang melakukan operasi itu. Tetapi ada juga rektor yang menolak, yaitu rektor Universitas Soegijapranata, Semarang," kata Mahfud.
"Dia menyatakan, didatangi oleh seseorang yang mendukung bahwa pemerintahan Pak Jokowi baik, Pemilu baik, penanganan Covid baik, dan sebagainya," lanjutnya.
Meski begitu, dia menyebut kampus tidak takut dengan tekanan semacam itu.
Saat ini, menurut Mahfud, bahkan sudah 59 perguruan tinggi, dan selanjutnya akan terus mengalir setiap perguruan tinggi akan menyatakan sikap untuk mengawal pemilu dan menyuarakan pemerintahan yang beretika.
"Tetapi semakin ditekan perguruan tinggi, semakin menggelombang gerakan-gerakan seperti itu," kata Mahfud disambut teriakan para hadirin.