TRIBUNNEWS.COM - Seniman Butet Kartaredjasa hadir dalam acara Kampanye Akbar Ganjar-Mahfud di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (10/2/2024).
Butet menyinggung nama penyair dan aktivis hak asasi manusia (HAM), Wiji Thukul.
Dalam kesempatan itu, Butet menyinggung peran besar Kota Solo dalam era Orde Baru.
"Solo memang sangat bersejarah, Solo yang menumbangkan Orde Baru," ucap Butet.
"Kalian masih ingat persekutuan PPP dan PDIP waktu itu? Megabintang, kekuatan yang dahsyat dari Solo."
Butet pun menyebut nama Wiji Thukul.
Menurut Butet, saat ini penculik Wiji Thukul mengajukan diri sebagai calon presiden (capres) di Pilpres 2024.
"Maka aku datang ke sini dengan cinta, bahkan dari Solo lahir seorang penyair besar yang menjadi amrtir lahirnya demokrasi di Indonesia, sahabatku Wiji Thukul," ujarnya.
"Wiji Thukul yang diculik dan yang menculik mencapreskan, sampai hari ini tidak tahu kita di mana kuburnya kalau memang sudah meninggal, bagaimana nasibnya kita tidak tahu."
Ia kemudian memanggil anak Wiji Thukul, Fitri Nganthi Wani.
Di atas panggung Kampanye Akbar Ganjar-Mahfud, Fitri Nganthi Wani mengungkit janji Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca juga: Kampanye Akbar Ganjar-Mahfud MD: Kirab Budaya di Solo, Penampilan Artis dan Seniman di Semarang
Ia mengatakan, Jokowi sempat berjanji akan menyelesaikan kasus hilangnya Wiji Thukul sejak era Orde Baru.
"Sampai sekarang kami masih mengingat janji Pak Jokowi, perihal Wiji Thukul harus ketemu, kasus Wiji Thukul harus bisa selesai, Wiji Thukul harus bisa ditemukan hidup atau mati," ucap Wani.
"Yang janji siapa?" sahut Butet.
"Kebetulan direkam wartawan, waktu beliau ditanya tentang kedekatan hubungan beliau dengan keluarga Wiji Thukul," jawab Wani.
"Beliau berkata 'Istrinya adalah kawan baik saya, anak-anaknya adalah kawan baik saya, tentunya kasus Wiji Thukul harus diselesaikan, Wiji Thukul harus ditemukan hidup atau mati'."
Sebagai informasi, acara akan diisi dengan orasi beberapa tokoh seperti aktivis HAM seperti Usman Hamid, budayawan Goenawan Mohamad, pakar politik Ikrar Nusa Bhakti, seniman Inayah Wahid, mantan petinggi KPK Laode Muhammad Syarif, hingga ekonom Faisal Basri serta Rhenald Kasali.
Sosok seperti Zoemrotin K. Soesilo, Neng Rukka Sombolingi, Encep Arif Afandi, Yuniyanti Chuzaifah, Erry Riyana Hardjapamekas, Zenzi Suhadi, Karlina Supelli, A. Alex Junaidi, Surya Anta Ginting, Andreas Harsono, Danang Widoyoko, Ririn Sefsani, Neng Dara Affiah, Alif Nurlambang, Melki Sedek Huang, Muhammad Suhud, M. Roni Syamsuri, Abdullah Riansyah, Arya Dewi Prayetno, dan Ahmad Tomi Wijaya juga akan berorasi di acara yang sama.
Selain orasi, acara juga diisi musisi tenar seperti Kotak, PAS Band, The Black Stones Band, Anto Baret & Andi Malewa, Iwa K, Young Lex & Friends, Tony Q, Marjinal, Endank Soekamti, Jamrud dan Horja Bius.
Puisi yang Dibaca Anak Wiji Thukul
Fajar Merah, anak dari penyair dan aktivis hak asasi manusia (HAM), Wiji Thukul membuat Panggung Rakyat bertajuk 'Bongkar' bergetar dan bergemuruh riuh.
Pasalnya, Fajar Merah secara penuh semangat membacakan puisi ciptaan sang ayahanda berjudul 'Momok Hiyong'.
Diketahui, puisi 'Momok Hiyong' karya Wiji Thukul mengkritisi keras kekuasaan, penyalahgunaan kekuasaan, serta pengorbanan rakyat dan lingkungan alam.
Awalnya, aktivis HAM Usman Hamid menyampaikan pengatar dalam pembukaan acara Panggung Rakyat bertema Bongkar yang diikuti puluhan seniman, budayawan, dan aktivis di Stadion Madya Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, pada Sabtu (9/12/2023).
Baca juga: Aktivis 98 Nilai Budiman Sudjatmiko Berkhianat usai Dukung Prabowo, Ingatkan soal Kasus Wiji Thukul
Setelah itu, Usman mengundang Fajar Merah naik ke atas panggung utama untuk membacakan puisi.
"Kita panggil, putra dari aktivis HAM Wiji Thukul, Fajar Merah. Dia akan membacakan puisi," ucap Usman.
Fajar yang tampak mengenakan kaus putih bergambar wajah Wiji Thukul, langsung naik ke atas panggung.
Dia kemudian langsung membacakan puisi berjudul 'Momok Hiyong'.
Momok hiyong si biang kerok,
Paling jago bikin ricuh,
Kalau situai keruh,
Jingkrakjingkrak ia.
Bikin kacau dia ahlinya,
Akalnya bulus siasatnya ular,
Kejamnya sebanding nero,
Sefasis hitler sefeodal raja kethoprak.
Luar biasa cerdasnya,
Di luar batas culasnya,
Demokrasi dijadikan bola mainan,
Hak asasi ditafsir semau gue.
Emas doyan hutan doyan,
Kursi doyan nyawa doyan,
Luar biasa,
Tanah air digadaikan.
Masa depan rakyat digelapkan,
Dijadikan jaminan hutan.
Momok hiyong momok hiyong,
Apakah ia abadi,
Dan tak bisa mati?
Momok hiyong momok hiyong,
Berapa ember lagi,
Darah yang ingin kau minum?
30 September 1996
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Fransiskus Adhiyudha Prasetya)