"Nilai taat perintah pimpinan sudah menjadi nilai yang harus dijunjung tinggi," jelasnya.
Keterlibatan Kapolda ini juga diragukan oleh Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN), Drajad Wibowo.
"Membawa kapolda sebagai saksi? Weleh-weleh hehe. Secara logika, saya meragukannya," kata Drajad kepada wartawan, Selasa (12/3/2024).
Drajad menjelaskan soal kapasitas pihak kepolisian dalam urusan pemilu.
Ia mengatakan, bahwa kapolda seharusnya bertanggungjawab jika terjadi dugaan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) di wilayah tugasnya.
"Karena, jika memang ada Kapolda yang menyaksikan pelanggaran TSM di wilayahnya, bukankah dia berwenang dan punya pasukan untuk mencegah bahkan menindak pelanggaran itu?" ujarnya.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa menggugat hasil pemilu ke MK adalah sebuah hak konstitusional seluruh pihak.
Namun, gugatan itu, kata Drajad, memerlukan bukti yang rigid.
"Ini berdasarkan pengalaman sebagai unsur pimpinan PAN sejak 2010," ungkapnya.
Menurut Drajad, untuk membuktikan kata masif saja, jika selisih suaranya tidak besar, bukti yang dibutuhkan sangat banyak.
"Apalagi jika selisih suaranya sangat telak seperti dalam Pilpres 2024. Belum lagi untuk kata terstruktur dan sistematis," ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Henry Yosodiningrat mengatakan Kapolda yang disiapkan timnya bakal menjadi saksi terkait pengerahan aparat negara untuk memobilisasi pemilih agar memilih kandidat tertentu.
Henry menuturkan, TPN memiliki bukti bahwa ada kepala desa yang diintimidasi oleh pihak kepolisian.
"Kami punya bukti ada kepala desa yang dipaksa oleh polisi, ada juga bukti warga masyarakat mau milih ini tapi diarahkan ke paslon lain, dan akan ada Kapolda yang kami ajukan,” kata Henry dalam siaran pers TPN Ganjar-Mahfud, Senin (11/3/2024).
(Tribunnews.com/Milani Resti/Fersianus Waku/Abdy Ryanda Shakti)