TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Istana melalui Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Shanti Purwono angkat bicara terkait disebutnya nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang pendahuluan sengketa hasil Pemilu di MK pada hari ini, Rabu, (27/3/2024).
Menurut Dini masalah perselisihan sengketa Pemilu kini sudah menjadi ranah MK.
"Pertama, terkait perselisihan hasil pemilu 2024 sudah menjadi ranah Mahkamah Konstitusi," kata Dini kepada Tribunnews, Kamis, (28/3/2024).
Menurut Dini, MK merupakan saluran yang dapat ditempuh oleh kontestan yang tidak menerima hasil Pemilu. Hal itu telah diatur dalam aturan perundang-undangan.
Dalam menempuh jalur hukum, kata Dini, kontestan yang menuding adanya kecurangan harus membuktikan tudingannya tersebut
"Jadi, kita lihat saja bagaimana nanti proses pembuktian di persidangan dan kita tunggu putusan MK," katanya.
Terkait tudingan ketidaknetralan dalam Pemilu 2024, pemerintah tidak akan menyiapkan pembelaan.
Pemerintah tidak akan terlibat dalam sidang sengketa Pilpres di MK. Pasalnya kata Dini pemerintah tidak melihat adanya relevansi dalam sengketa Pilpres.
"Pemerintah tidak melihat relevansi dalam hal ini karena Pemerintah bukan pihak dalam sengketa Pilpres dan karenanya tidan ada alasan untuk terlibat dalam persidangan MK," katanya.
Baca juga: Tak Seperti Kubu Anies, Kubu Ganjar Belum Minta Menteri Jokowi jadi Saksi Sidang Sengketa Pilpres
Sebelumnya Tim Hukum Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) Bambang Widjojanto menduga Presiden Joko Widodo (Jokowi) membiarkan para menterinya ikut berkampanye untuk paslon 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabumingraka.
Hal tersebut disampaikan pria yang kerap disapa BW itu, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan gugatan perselisisahn hasil pemilihan umum (PHPU), di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, pada Rabu (27/3/2024).
BW awalnya menilai, Presiden Jokowi telah menyalahgunakan fasilitas negara, dengan menyatakan bahwa dia mendapat informasi dari komunitas intelijen mengenai surveilans partai politik, pada tanggal 16 september 2023.
"Timbul pertanyaan, dalam kapasitas apa Presiden Joko Widodo menggunakan BIN (Badan Intelejen Negara) untuk mengetahui data survei dan arah partai politik. Apakah sebagai kepala pemerintahan, pelaku politik, atau yang terafiliasi dengan kepentingan calon?" kata BW, dalam keterangannya di persidangan, Rabu ini.
Tak hanya itu, selain menggunakan BIN sebagai upaya untuk memenangkan kontestasi, BW menduga, Jokowi juga menggerakkan sejumlah menterinya untuk berkampanye untuk Prabowo-Gibran.