TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) bakal membacakan putusan terkait gugatan sengketa Pilpres 2024 pada Senin (22/4/2024) besok pukul 09.00 WIB.
Adapun peristiwa ini bakal menjadi putusan apakah MK bakal mengabulkan gugatan dari kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud atau tidak.
Di sisi lain, gugatan yang dilayangkan oleh kedua kubu adalah terkait didiskualifikasinya capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan diminta digelarnya pemungutan suara ulang (PSU) Pilpres 2024.
Terlepas dari seluruh hal tersebut, sengketa semacam ini sudah kerap ditangani oleh MK sejak Pilpres 2004.
Namun, dalam sejarahnya, MK tidak pernah mengabulkan gugatan terkait sengketa Pilpres sejak 2004 hingga terakhir 2019 lalu.
Alhasil, bisa dikatakan, tiap edisi Pilpres, selalu ada gugatan yang dilayangkan ke MK oleh pihak-pihak yang merasa tidak terima dengan hasilnya.
Gugatan Pilpres 2004
Dikutip dari laman MK, salah satu pasangan capres-cawapres yaitu Wiranto dan Salahuddin Wahid mengajukan gugatan ke MK terkait hasil Pilpres 2004.
Pada saat itu, Wiranto dan Wahid menolak Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 79/SK/KPU/2004 tertanggal 26 Juli 2004 tentang Penetapan dan Pengumuman Hasil Penghitungan Suara Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2004 dan Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Baca juga: Karang Bunga Banjiri Gedung MK Jelang Putusan Sengketa Pilpres 2024, Ini Respons TKN Prabowo-Gibran
Dalam petitumnya, Wiranto-Wahid menilai adanya kesalahan penghitungan suara oleh KPU baik disengaja maupun tidak disengaja.
Sehingga, menurut mereka, ada jumlah suara yang hilang milik pemohon.
Hanya saja, hakim MK saat itu yang diketuai oleh Jimly Asshiddiqie menolak gugatan Wiranto-Wahid.
Pada putusannya, MK menganggap dalil pemohon tidak terbukti dan tidak beralasan.
Adapun penolakan tersebut lantaran kubu Wiranto-Wahid dinilai tidak bisa membuktikan hilangnya 5.434.660 suara di 26 provinsi seperti yang digugat oleh mereka.