News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Putusan Sengketa Pilpres 2024 Dibacakan Besok, Sejarahnya MK Selalu Menolak Sejak 2004

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sidang PHPU Pilpres 2024 di ruang sidang pleno gedung MK, Jakarta, pada Kamis (23/3/2024). Ketua MK Suhartoyo menegur Kuasa Hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU), dalam persidangan. Besok, MK bakal membacakan putusan terkait sengketa Pilpres 2024. Namun, ketika ditarik ke belakang, MK selalu menolak gugatan Pilpres sejak 2004.

"Selain itu, dalil-dalil yang diajukan pemohon tentang penambahan suara pihak terkait (SBY-Boediono) tidak terbukti secara hukum," imbuhnya.

Gugatan Pilpres 2014

Lagi-lagi, pada Pilpres 2014, gugatan terkait hasil penghitungan suara kembali dilayangkan.

Saat itu, pasangan capres-cawapres nomor urut 1, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menilai terjadinya pelanggaran secara TSM seperti adanya Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) yang dinilai sangat banyak, KPU tidak melaksanakan rekomendasi Bawaslu, hingga disebut adanya pengalihan suara dari pasangan Prabowo-Hatta ke capres-cawapres nomor urut 2, Joko Widodo (Jokowi)-JK.

Selain itu, mereka juga mempermasalahkan terkait sistem noken dalam pemungutan suara di Papua.

Kendati demikian, MK yang saat itu dipimpin oleh Hamdan Zoelva menolak seluruh gugatan dari Prabowo-Hatta yang menyebut adanya kecurangan Pemilu yang bersifat TSM.

Adapun putusan tersebut termaktub dalam amar putusan setebal 4.390 halaman.

Salah satu dalil gugatan yang gugur yaitu terkait DPKTb.

Dikutip dari pemberitaan Kompas.com pada 22 Agustus 2014, MK menganggap dalil tersebut tidak dapat dijelaskan oleh kubu Prabowo-Hatta terkait apa bentuk kecurangan dalam dalil tersebut.

"Mahkamah mencermati DPKTb di seluruh provinsi di Indonesia dikaitkan dengan perolehan suara masing-masing pasangan calon menurut Mahkamah, tidak terdapat penyalahgunaan DPKTb yang terbukti menguntungkan salah satu pasangan calon atau sebaliknya merugikan pasangan calon lainnya," bunyi putusan tersebut.

Selanjutnya, dalil yang gugur adalah soal sistem noken di Papua di mana MK menyatakan sistem itu diterima dengan ketentuan yakni diadministrasikan baik dari tingkat TPS dengan C1 sampai tingkat di atasnya secara berjenjang.

Selain itu, sistem noken juga sesuai dengan putusan MK Nomor 47 tahun 2009 dan sistem budaya masyarakat asli Papua yang mendiami pegunungan.

"Mahkamah berpendapat sistem pemungutan suara dengan noken sah menurut hukum karena dijamin pasal 18 Undang-undang 1945," demikian bunyi putusan tersebut.

Gugatan Pilpres 2019

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman (kanan) memimpin sidang sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (18/6/2019). Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau Sengketa Pilpres 2019 mengagendakan pembacaan tanggapan pihak termohon dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pihak terkait dalam hal ini Tim Kampanye Nasional (TKN). Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)
Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini