News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2024

Sidang MK, KPU Ungkap 13 PPD Kabupaten Puncak Papua Tengah Dipecat, Ini Penyebabnya

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KPU dan Bawaslu membenarkan adanya pemecatan 13 panitia pemungutan distrik (PPD) di Kabupaten Puncak, Papua Tengah, saat proses rekapitulasi suara Pemilu 2024 berproses. Hal itu terungkap dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Legislatif di panel III untuk perkara nomor 82, di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (7/5/2024).

Laporan Wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPU dan Bawaslu membenarkan adanya pemecatan 13 panitia pemungutan distrik (PPD) di Kabupaten Puncak, Papua Tengah, saat proses rekapitulasi suara Pemilu 2024 berproses.

Hal itu terungkap dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Legislatif di panel III untuk perkara nomor 82, di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (7/5/2024).

Momen itu bermula saat Hakim Enny Nurbaningsih menanyakan kepada KPU dan Bawaslu mengenai adanya keterangan mengenai pemecatan 13 PPD di wilayah tersebut.

"Kalau yang Bawaslu terkait dengan adanya kerusuhan dan pemecatan 13 PPD untuk yang mana? Puncak ya? 13 ya? 13 PPD yang dijemput dan kemudian dipecat? Termasuk untuk pemilihan DPR kan?" tanya Hakim Enny.

Baca juga: Kejar Waktu, Hakim MK Akan Pandu Penyampaian Keterangan Para Pihak Dalam Sidang Sengketa Pileg 2024

Merespons hal itu, perwakilan Bawaslu Papua Tengah, Markus Madai, menjelaskan kepada Hakim Enny bahwa tugas PPD sama, yakni menyelenggarakan Pemilu untuk jenis pilpres dan pileg.

Hakim Enny kemudian bertanya lagi mengenai 13 PPD tersebut yang disebut belum menyelesaikam hasil rekapitulasi suara.

"13 PPD ini belum menyelesaikan hasil rekapnya? coba dijelaskan," tanya Enny.

Hal tersebut dijawab oleh Komisioner KPU Idham Kholik yang mengatakan, pada waktu itu pihaknya sempat menanyakan soal lambatnya proses rekapitulasi suara di Kabupaten Puncak, Papua Tengah.

Idham juga menyebut, berdasarkan informasi yang didapatkan pihaknya, 13 PPD di Kabupaten Puncak menahan proses rekapitulasi suara.

Setelah menemukan kinerja mereka yang sangat parah, KPU akhirnya memberhentikan 13 panitia pemungutan distrik itu.

"Baik Yang Mulia, pada waktu itu kami tanya kenapa di Kabupaten Puncak itu lambat dalam rekapitulasinya, jadi KPU Papua Tengah menyampaikan ada 13 distrik yang seolah-olah menahan-nahan proses rekapitulai sehingga sudah diingatkan dan dilakukan supervisi hingga akhirnya menurut kami, menurut KPU di sana itu kinerja mereka sangat parah, sehingga diambil alih oleh KPU dan mereka diberhentikan," jelas Idham.

Baca juga: Pemohon Tak Siap Hadir Sidang Daring, Hakim MK Arief: Jadi Laper Saya

Idham mengatakan, hasil rekapitulasi perolehan suara lantas diselesaikan oleh KPU Kabupaten Puncak.

Lebih lanjut, Hakim Anwar Usman bertanya soal alasan pemecatan 13 PPD itu.

Komisior KPU RI Idham menjelaskan, ke-13 PPD itu tidak memiliki niat untuk menyelesaikan rekapitulasi suara.

"Alasannya karena memang mereka tidak bekerja dengan baik dan bahkan tidak ada niatan baik untuk menyelesaikan rekapitulasi, informasi yang kami peroleh demikian," jelas Idham.

Sebelumnya, KPU RI membenarkan adanya pemberhentian sementara terhadap 38 panitia pemilihan distrik (PPD) di Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah.

Hal itu diungkapkan kuasa hukum KPU Happy Ferovina, dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Legislatif panel III, di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), pada Senin (6/5/2024).

Happy menjawab dalil pemohon yang menyatakan bahwa komisioner KPU memberhentikan 38 PPD tanpa Surat Keputusan (SK) pemberhentian dan nyatanya PPK masih aktif, lalu terbit SK Kabupaten Intan Jaya 245-249 pada 3 Maret 2024.

Kata Happy, SK tersebut diterbitkan karena adanya kontak senjata di ibu kota Kabupaten Intan Jaya.

Dalam peristiwa itu, ia menyebut, seorang masyarakat sipil menjadi korban meninggal dunia dan seorang anggota TNI mengalami luka.

"Pada dasarnya SK tersebut memutuskan pemberhentian sementara 38 anggota PPD di Kabupaten Intan Jaya dikarenakan adanya kejadian pada tanggal 1 Maret 2024, di ibu kota Kabupaten Intan Jaya dimana terjadi kontak senjata TNI, Polri dan Tentara Pertahanan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) yang mengakibatkan satu orang masyarakat sipil meninggal dunia dan 1 orang anggota TNI menderita luka di perut," kata kuasa hukum termohon yakni KPU, dalam sidang, Senin.

Selanjutnya, Happy menjelaskan, beberapa anggota PPD mengamalami trauma tepat dilakukannya rapat pleno tingkat kabupaten, pada 2-3 Maret. Oleh karena itu, hal tersebut menjadi alasan dikeluarkannya SK pemberhentian sementara tersebut.

"Pada saat itu PPD berada di sekitar kantor KPU, di mana kejadian berlangsung di samping kantor KPU, dan akhirnya dievakuasi di kantor Kapolres. Selanjutnya 2-3 Maret dilakukan pleno kabupaten, sehingga beberapa anggota PPD tidak ikut karena trauma dan terjadi kontak senjata susulan, sehingga KPU mengeluarkan SK pemberhentian sementara untuk dilakukan evaluasi dan mengambil alih untuk rekapitulasi kabupaten Intan Jaya," ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Panel III Hakim MK Arief Hidayat mengonfirmasi penjelasan KPU itu ke Bawaslu Papua Tengah.

"Peristiwa-peristiwa yang disampaikan oleh KPU itu betul terjadi? Ada pemecatan, kemudian sampai meninggal masyarakat sipil dan ada aparat kena tembak peluru di perutnya, betul itu semua?" tanya Hakim Arief kepada Anggota Bawaslu Papua Tengah, Yonas Yanampa.

"Kayaknya Intan Jaya tidak terjadi. Itu Puncak Jaya, bukan Intan Jaya," jawab Yonas.

"Yang 38 dipecat Intan Jaya?" tanya Hakim Arief untuk memastikan.

"Yang Mulia, yang 38 PPD itu benar itu yang perkara yang tadi sesi pertama juga sama," kata perwakilan Bawaslu Papua Tengah yang lain menjawab Hakim Arief.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini