Program IKN perlu didukung oleh presiden Indonesia selanjutnya hingga 20 tahun mendatang, ketika ibu kota baru terkonsolidasi,” ujar Denny.
“Sementara Anies ketika menjadi capres 2024, menjadikan IKN bukanlah program yang akan didukungnya. Itu yang tempo hari menjadi pembeda Anies dengan Prabowo yang akan melanjutkan IKN.
Tentu bagi Jokowi dan pendukungnya, sikap politik Anies Baswedan atas IKN menjadi catatan penting,” ujarnya.
Faktor SBY
Selanjutnya, Denny JA juga menyoroti hubungan Anies Baswedan dengan Presiden keenam Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. SBY, sempat marah dan kecewa dengan sikap Anies yang membatalkan diri untuk menjadi pasangan anaknya di pilpres.
“Mantan presiden SBY juga memiliki kisah sendiri. Saat itu, SBY sangat bersemangat.
Betapa tidak, ia merasa sudah ada komitmen Anies akan berpasangan dengan AHY sebagai capres dan cawapres di Pilpres 2024.
Tapi Anies malah berjodoh dengan Muhaimin Iskandar sebagai capres dan cawapres,” ujar Denny.
“Kita sebagai orang luar tak tahu persis apa yang terjadi. Tapi kita tahu komentar kemarahan SBY saat itu. Judul salah satu berita misalnya: “SBY Marah dan Kecewa ke Anies: Sekarang Saja Tak Jujur,” ujarnya.
Faktor Megawati
Terakhir adalah tentang memori Presiden kelima Republik Indonesia yang juga Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri saat Anies berhadapan dengan Basuki Tjahaja Purnama di Pilkada DKI Jakarta 2017.
PDIP, kata Denny, diketahui partai yang sangat mementingkan nilai nasionalisme sementara Anies didukung oleh FPI dengan prinsip NKRI Bersyariat.
“Anies sendiri sejauh yang saya kenal seorang tokoh Islam moderat, yang modern, pro-demokrasi.
Tapi kedekatannya dengan kubu NKRI Bersyariat, walaupun misalnya hanya masalah taktik politik, meninggalkan memori yang membentuk citra politik agama dari Anies,” kata Denny.
“Tak tanggung-tanggung, sebanyak empat presiden jumlahnya, yang memiliki kisah “ngeri-ngeri sedap” dalam perjalanan politik Anies Baswedan.”