TRIBUNNEWS.COM - Direktur Eksekutif Rujak Center For Urban Studies, Elisa Sutanudjaja, heran kepada calon gubernur (cagub) nomor urut 2, Dharma Pongrekun, saat debat terakhir Pilgub Jakarta 2024.
Menurut Elisa, Dharma menyia-nyiakan banyak hal saat debat berlangsung.
Elisa juga merasa bingung karena Dharma selalu membawa-bawa isu pandemi saat dalam debat.
Padahal, tema yang dibahas adalah permasalahan kota dan perubahan iklim.
"Berkali-kali diucapkan pandemi (oleh Dharma) padahal kalau misalnya dia suka konspirasi teori, dia bisa berpindah ke soal konspirasi teori soal krisis iklim gitu barangkali," kata Elisa, dalam Obrolan Newsroom Kompas.com, dikutip Senin (18/11/2024).
Dia mengatakan seharusnya Dharma bisa berfokus pada apa yang dia paparkan di Powerpoint yang mencakup mandiri air, mandiri hunian, dan mandiri pangan.
Hal-hal itulah, kata Elisa, yang seharusnya bisa benar-benar dicapai di Jakarta.
"Kita jangan nyusahin kota tetangga dengan sampah kita. Jangan buang sampah ke Bekasi, itu sebenarnya niat yang sangat baik, tapi sayangnya dia (Dharma) ngomong hal yang lain," kata Elisa.
Sebelumnya, Dharma mengatakan bakal merealisasikan program bertajuk 10 Aman dan 5 mandiri apabila terpilih menjadi Gubernur Jakarta 2024.
Namun, kata Dharma, programnya itu akan buyar dan tak terlaksana jika ke depannya Jakarta dan Indonesia kembali diserang wabah penyakit berupa pandemi.
"Namun, yang perlu kita semua waspadai adalah potensi pandemi berikutnya, karena kalau sampai terjadi maka semua program lima mandiri dan sepuluh program aman tak bakal ada," kata Dharma dalam pembukaan debat ketiga Pilkada Jakarta 2024 di Hotel Sultan Jakarta, Minggu (17/11/2024).
Baca juga: Dharma Pongrekun Sebut Pandemi Jadi Strategi Asing untuk Kuasai Kedaulatan Suatu Bangsa
Dharma lantas mengklaim tanda-tanda bakal adanya pandemi telah terlihat dengan beberapa faktor yang sejauh ini sudah terbentuk.
"Kalau kita alami pandemi lagi, tanda-tandanya sudah sangat jelas. Anggaran sudah ada, WHO sudah amandemen International Health Regulation, memungkinkan potensi penggunaan Bio Weapon untuk membuat pandemi," tuturnya.
Selain itu, Dharma juga mengklaim bahwa saat ini telah ada Undang-Undang Kesehatan yang telah disahkan tahun 2023 lalu.
UU tersebut memberlakukan denda Rp500 juta bagi siapapun yang menolak untuk divaksin.
"Dan untuk perusahaan dendanya bahkan bisa sampai Rp50 miliar, pidana penjara bahkan ada hukuman mati," katanya.
Dharma Sebut Pandemi Jadi Strategi Asing
Tak hanya itu saja, Dharma juga menyebutkan bahwa pandemi bisa menjadi strategi negara asing untuk menguasai kedaulatan suatu bangsa.
Itu berawal dari Dharma yang membahas maraknya isu pemutusan hubungan kerja (PHK) di perusahaan-perusahaan karena adanya pandemi.
Belum lagi, menurut Dharma, perusahaan pada masa pandemi juga dipaksa membayar denda mencapai Rp50 miliar tadi apabila karyawannya menolak untuk divaksin.
"Bagi yang paham, ini gong kematian bagi keamanan pengusaha Jakarta. Karena memudahkan membuka potensi pemerasan masif bagi para pemilik perusahaan," kata Dharma.
Maka dari itu, Dharma mengaku menolak keras jika ke depan pandemi kembali mewabah di tengah masyarakat.
Menurutnya, pandemi merupakan wujud dari strategi negara asing untuk mengganggu kedaulatan suatu bangsa.
"Tapi terpenting jangan ada pandemi lagi sebagai strategi asing menguasai kedaulatan suatu bangsa tanpa perlu biaya mahal untuk perang, cukup dengan isu kesehatan," katanya.
Alasan Dharma Selalu Bawa Isu Pandemi saat Debat
Sebelumnya, Dharma sempat mengungkapkan alasan mengapa ia selalu mengangkat isu pandemi Covid-19 saat debat Pilkada Jakarta 2024.
Lantaran menurutnya, pandemi Covid-19 merupakan penyebab utama inflasi di suatu negara atau daerah.
"Karena pandemi lah penyebab inflasi, pandemilah penyebab deflasi, sadar enggak? Ketika lagi naik, dia turun tiba-tiba," ucap Dharma di Beach City International Stadium (BCIS), Pademangan, Ancol, Minggu (27/10/2024), dilansir Kompas.com.
Dharma juga menegaskan bahwa jika terpilih menjadi gubernur Jakarta, ia berkomitmen untuk mencegah terjadinya pandemi di masa depan.
"Seharusnya kalau saya jadi gubernur tidak akan ada pandemi. Kalian cari makan dengan enak, tidak ada restoran yang dilarang untuk menerima tamu hanya 50 persen," ujarnya.
"Kalau kita mau jujur, penyebabnya adalah pandemi sudah disuapin, kemudian kita bahas-bahas, untuk kita pikirin selesaikan masalahnya jangan ada pandemi lagi."
(Tribunnews.com/Rifqah/Fahmi Ramadhan) (Kompas.com)