Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti senior Centra Initiative, Al Araf menyoroti langkah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) yang terlibat aktif dalam kampanye pemenangan pasangan calon (Paslon) pada Pilkada Serentak 2024.
Menurut Al Araf, tidak sepatutnya seorang Presiden yang sudah purna tugas masih terlibat aktif mengendorse calon tertentu di Pilkada.
"Kenapa seorang mantan presiden sampai habis-habisan turun untuk memenangkan Jawa Tengah dan Jakarta? Itu kan sebenarnya memalukan. Secara etik, itu memalukan," kata Al Araf dalam diskusi publik bertajuk 'Dinamika Politik dan Keamanan Jelang Pilkada: Bayang-Bayang Jokowi di Rezim Prabowo' di Jakarta, Senin (25/11/2024).
Menurut dia, seorang mantan presiden itu sebaiknya cukup diam dan melihat pertarungan Pilkada serentak 2024. Hal itu menunjukkan, bagaimana mantan Presiden menunjukkan sikap kenegarawanannya.
Dengan secara terang-terangan menunjukkan sikap sekaligus dukungannya terhadap paslon tertentu, Al Araf melihat seperti ada maksud dan tujuan di baliknya.
"Artinya kan ada kegentingan, ada kedaruratan atau pertanyaannya ada kepentingan yang dibaca dalam lima tahun ke depan oleh dia, sehingga pilkada ini harus menang," ujarnya.
"Dalam konteks ini saya ingin bilang bahwa pilkada ini bukan hanya dilihat dalam konteks pilkada saat ini, tapi pilkada ini akan menjadi penyangga dalam pertarungan politik di 2029 nanti. Itu yang kemudian membuat situasinya memanas dan seorang mantan presiden pun habis-habisan untuk turun," sambung dia.
Baca juga: Sosok yang Diunggulkan dalam Pilkada Jakarta, Jateng, dan Jatim 2024 Menurut Hasil Survei
Tidak berhenti di Jokowi sebagai mantan Presiden, Al Araf juga menyoroti langkah Presiden RI Prabowo Subianto yang juga turun mengampanyekan calonnya di Jawa Tengah.
Menurutnya, pemerintah seharusnya tidak menunjukkan keberpihakannya kepada paslon tertentu.
Dia menyebut, besar kemungkinan apa yang dikampanyekan Prabowo sebagai Presiden, juga bisa ditafsirkan oleh para pembantunya di bawah, utamanya para aparat penegak hukum.
"Seorang presiden kan membawahi Jaksa Agung, membawahi Kapolri, membawahi Kepala Badan Intelijen."
"Kalau dari atas presiden udah bersikap memenangkan salah satu kandidat di Jawa Tengah, pasti struktur bawahnya ikut dong untuk bagaimana mempertarungkan itu, untuk memenangkan itu. Sehingga pemilu sulit untuk mencapai netral," jelas Direktur Eksekutif Imparsial itu.