"Ini adalah perpaduan dari tiga aspek: ambisi Jokowi, gerakan Partai Cokelat, dan PJ Kepala Daerah. Ini menjadi kejahatan terhadap demokrasi," kata Hasto Kristiyanto dalam konfrensi pers di kantor DPP PDI Perjuangan, Kamis (28/11/2024).
Dalam kesempatan yang sama, Ketua DPP PDIP, Deddy Sitorus juga menyebut bahwa pelanggaran Pilkada 2024 bahkan Pilpres 2024 adalah manifestasi dari budaya politik yang oleh partainya disebut Jokowisme.
Menurutnya, budaya Jokowisme itu menghalalkan segala cara untuk mencapai kemenangan dalam Pemilu.
"Budaya politik buruk ini kami namakan sebagai budaya Jokoisme karena bermula pada saat seorang penguasa bernama Jokowi.
"Dengan segala cara dan kekuasaan yang dimilikinya, melakukan upaya-upaya untuk menghasilkan Pemilu sesuai keinginannya," ujar Deddy.
Jokowisme, menurut Deddy, telah menciptakan sistem politik yang mengabaikan asas jujur dan adil.
Dengan menggunakan instrumen negara, kekuasaan dikelola untuk memobilisasi kekuatan guna memanipulasi hasil pemilu.
"Nah, bagaimana politik ala Jokoisme yang merupakan sisi gelap demokrasi ini bisa bekerja? Tentu membutuhkan instrumen. Apa instrumen yang dipakai dengan politik Pemilu ala Jokoisme ini? Tentu sesuatu yang sangat besar, berjaringan kuat, dan punya kemampuan untuk melakukan penggalangan dana serta kelompok-kelompok tertentu," jelasnya.
Deddy: Jokowi Kandang Bansos dan Parcok
Deddy Sitorus pun mengklaim, saat ini Jateng adalah kandang bantuan sosial (bansos) dan partai cokelat.
"Sekarang rekan-rekan wartawan semua mulai hari ini bisa menyebut Jawa Tengah bukan sebagai kandang banteng lagi. Tapi sebagai kandang bansos dan parcok (partai cokelat)," kata Deddy.
"Jadi jangan lagi sebut Jawa Tengah sebagai kandang banteng, tetapi sebagai kandang bansos dan parcok," lanjutnya.
Deddy mengatakan, saat ini kandang banteng justru di DKI Jakarta.
"Jadi dari Jawa Tengah, PDI Perjuangan kandangnya sekarang di ibu kota Jakarta," sebut Deddy.