“Apakah Pilkada yang nyata-nyata melibatkan aparatur negara ini layak untuk dilanjutkan?” Tanya Hasto lagi.
“Tidak,” jawab para hadiri lagi.
“Kami berharap pilkada sebagai agenda nasional tetap dilanjutkan. Tapi syarat objektivitas dan Jurdil, harus dapat dijamin oleh pemerintah bersama seluruh penyelenggara pemilu. Dan kita sebagai penopangnya agar demokrasi bisa dilanjutkan,” tegas Hasto.
Politisi asal Yogyakarta ini memuji Sumut yang melahirkan setidaknya 12 Pahlawan Nasional. Namun perjuangan pahlawan itu bisa ternodai oleh perilaku keluarga yang terus berambisi untuk terus berkuasa.
Baca juga: PDIP Menang di 14 Provinsi Tapi Receh, Jumlah Pemilih Hanya 35 Juta, KIM Plus Strategis DPT 122 Juta
“Saya sengaja menyebut nama para Pahlawan Nasional dari Sumatera Utara guna menegaskan bahwa inilah negeri para patriot, negeri para kusuma bangsa yang berjuang bagi kepentingan bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan keluarga,” kata Hasto.
“Menyelamatkan demokrasi di Sumatera Utara adalah tugas dan kewajiban kita. Sama dengan tugas para pahlawan. Karena itulah kita berjuang dengan tidak mengenal rasa takut. Kita lawan berbagai penyalahgunaan kekuasaan yang mengebiri demokrasi. Bayangkan hanya karena ambisi satu keluarga, lalu Sumatera Utara mau dijadikan bagian dari kekuasaan keluarga. Apakah kita rela?” tanya Hasto, dijawab “Tidak” oleh hadirin dengan bersemangat.
Hasto mengatakan pasangan Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala sungguh merasakan hal tersebut. Begitu banyak pihak yang mencoba membantu mereka dengan bergotong royong. Namun, mereka dilarang.
“Mereka ditelpon oleh aparat negara yang memegang kekuasaan hukum. ‘Jangan pernah bantu Edy Rahmayadi dan Hasan Basri Sagala’ katanya. Berbagai tekanan tersebut menjadikan mereka berdua seperti ‘pasangan haram’ dalam Pilkada,” ujar Hasto.
“Inilah konsultasi kami yang pertama. Ketika demokrasi dibelokkan arahnya oleh kekuasaan, apakah ini akan dibiarkan?” tanya Hasto.
“Lawan,” teriak para hadirin.
“Bukankah rakyat seharusnya merdeka untuk menentukan pilihannya, lalu mengapa ada berbagai intimidasi? Apakah ini yang disebut demokrasi? Lalu kemana kemerdekaan berpendapat rakyat Sumatera Utara? Kita tidak boleh menyia-nyiakan pengorbanan 12 Pahlawan Nasional Sumatera Utara. Kita semua akan melakukan perlawanan agar demokrasi tidak mati,” tegas Hasto.
(*)