News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Lilis sang Penenun Kain Baduy Terampil Menenun Sejak Umur 10 Tahun

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Lilis perempuan warga adat Baduy di Kampung Kadu Ketug, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwdamar, Kabupaten Lebak, sedang menenun kain di rumahnya, Selasa (5/10/2021).

TRIBUNNEWS.COM, LEBAK - Kedua tangan Lilis cekatan maju mundur menggerakkan kayu sepanjang sekitar satu meter.

Suara ‘ceklek-ceklek’ terdengar, saat bilah bambu di tangan Lilis beradu. Lalu muncul suara lirih saat bilah bambu menarik kain menyusup di antara untaian kain yang ditenun.

Kedua kakinya lurus ke depan menopang alat pembuatan tenun yang terdiri atas kayu dan bambu.

Di atasnya terlihat sejumlah gulungan rol benang berwarna merah, kuning, dan biru.

Lilis sedang membuat tenun di teras rumah panggung di permukiman Baduy di Kampung Kadu Ketug, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwdamar, Kabupaten Lebak, Selasa (5/10/2021).

Untuk membuat satu lembar kain tenun, ibu dua anak ini membutuhkan waktu rata-rata selama dua minggu.

Namun, jika motifnya rumit, waktu yang diperlukan pun lebih lama.

Satu bahan tenun dijual berkisar antara Rp 250.000 hingga Rp 500.000.

Harga tergantung motif, warna, ketebalan, dan kerumitan proses pembuatannya.

"Pembuatan tenun memerlukan lima enam kali proses," ujar Lilis kepada TribunBanten.com di sela pembuatan tenun di teras rumahnya, Selasa.

Pembuatan tenun diawali memilah benang yang akan digunakan.

Benang yang sudah dipilih kemudian digulung menggunakan alat pemutar dari bambu yang bentuknya seperti kincir angin.

"Warna bisa tiga sampai empat macam, tergantung motifnya," kata Lilis.

Setelah itu, benang digulung sesuai warna dan kebutuhan. Gulungan diletakkan di atas penenun.

"Peletakan itu sesuai gambar motif yang dibuat. Nanti tinggal ditarik untuk menyesuaikan penenun," ucap perempuan yang sudah menenun mulai usia 10 tahun ini.

Lilis rata-rata membuat tenun sepanjang dua meter dengan lebar satu meter.

Kain sepanjang itu bisa dibuat sebagai bahan baju dan selimut.

Dalam sehari, Lilis bisa berjam-jam duduk dengan posisi kedua kaki lurus ke depan untuk membuat tenun.

“Kalau lelah ya istirahat saja dulu. Tidak seharian duduk untuk membuat tenun. Biasanya istirahat kalau sudah satu jam lebih," kata perempuan berambut lurus ini.

Tidak hanya menerima pesanan pembuatan tenun, Lilis juga menjual sejumlah kerajinan tangan lainnya, seperti gantungan kunci, iket, dan baju khas Baduy.

Kerajinan tangan itu diletakkan di teras rumah panggungnya.

Lilis tidak sendirian dalam membuat tenun.

Di sejumlah rumah panggung di Baduy Luar, juga terlihat perempuan yang sedang membuat kain tenun.

Satu di antara tokoh masyarakat, Jali Marsinun, mengatakan lebih dari 30 perempuan yang bisa membuat kain tenun di Kampung Kadu Ketug.

Menurut dia, menenun sudah dilakukan sejak dulu.

Dulu, warga membuat kain tenun untuk kebutuhan pakaiannya secara pribadi.

"Sekarang sudah menyebar. Ada beberapa motif khas Baduy, seperti poleng hideung, suat songket, dan aros awi gede," ujar pria berusia 70 tahun ini.

Kain khas adat Baduy, Lebak, Banten berwarna biru dikreasi jadi bagian busana pengantin ala Rahmatullah, penata busana dari Banten. Kreasi itu dipamerkan di pertemuan Anyer MUA Vencor Community (AMVC), Selasa (5/10/2021).

Inovasi kain tenun Baduy dilakukan penata busana dari Serang, Rahmatullah. Ia memodifikasi kain tenun Suku Baduy menjadi modern tanpa dijahit sehingga cocok dipakai di acara pernikahan.

Pria berusia 35 tahun itu terinspirasi setelah menonton konten video di You Tube. Video itu menampilkan prosesi pernikahan orang Baduy.

"Awalnya engga sengaja ada undangan hunting di (Benteng) Speelwijk dan kekurangan properti, kebetulan ada kain baduy jadi diotak-atik akhirnya jadilah seperti ini," ujar Rahmatullah.

Ia menjelaskan ide inovasinya di Villa Marina Anyer, Jalan Raya Anyer Km 20, Desa Cikoneng Serang Banten dalam acara Anyer MUA Vencor Community (AMVC), Selasa (5/10/2021)

Untuk merancang kain menjadi baju, dia membutuhkan waktu 30 menit dan make up 40-60 menit, sehingga secara keseluruhan membutuhkan waktu selama 1 jam 30 menit.

Dia dibantu oleh Grup blessing bersama Makeup Artis (MUA) Neng Zainal dari Kabupaten Serang.

Pakaian adat Baduy itu pun ditampilkan dalam acara fashin show.

Masing-masing peserta mengangkat pakaian adat nusantara lainnya.

Untuk merangkai baju, Rahmat membutuhkan dua kain batik Baduy kombinasi warna biru hitam kelompok masyarakat adat Banten itu.

"Butuh dua kain, satu untuk selendang dan satu lagi untuk penutup dada, kain utamanya hitam," terangnya.

Pada bagian dalamnya dia menggunakan kain hitam dan ikat pinggang warna hitam dan putih dari kain.

Dia juga mempertahankan ciri khas pakaian Baduy yaitu tidak boleh dipotong dan dijahit.(Tribunnews.com/ TribunBanten.com/Agung Y Wibowo/Mildaniati)

ARTIKEL INI JUGA TAYANG DI ;

Baca Selanjutnya: Kerajinan banten melihat proses pembuatan tenun baduy di desa kanekes kabupaten lebak

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini