News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Setengah Abad Ketut Nuryasta Jualan Es Tuak Campur Jamu di Buleleng

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketut Nuryasta berjualan es tuak manis campur jamu atau loloh di Jalan Ahmad Yani, Buleleng, Bali. Ia sudah berjualan sejak 1973, sejak bioskop Singaraja Theatre masih eksis hingga kini jadi pertokoan Singaraja Square.

TRIBUNNEWS.COM, BULELENG – Tempat bersejarah bagi Ketut Nursyasta itu kini telah berubah jadi deretan pertokoan Singaraja Square.

Dulunya ada bioskop Singaraja Theatre, yang kini telah punah. Letaknya di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Banyuasri, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.

Di depan bioskop terkenal di Bulelelng itulah Ketut Nuryasta pertama kali berjualan es tuak manis campur jamu atau loloh.

Itu tahun 1973, dan hingga kini praktis Nursyasta telah 50 tahun atau setengah abad menekuni pekerjaan menjual es tuak manis loloh.

Menurut Nuryasta, es tuak manis dicampur loloh (jamu) itu konon hanya ada di Buleleng.

Ketut Nuryasta juga akrab disapa Jero Mangku Siman. Usianya kini sudah 69 tahun.

Pria yang tinggal di Desa Giri Emas, Kecamatan Sawan, Buleleng ini menjual es tuak manis yang dicampur loloh daun kayu manis dan daun belimbing.

Kepada jurnalis Tribun Bali Tribun Network, Nuryasta menuturkan, menjual es tuak loloh dilakoni sejak 1973. Kala itu ia berjualan dengan cara dipikul.

Seiring berjalannya waktu, Nuryasta kini beralih berjualan dengan menggunakan motor. Ia menjajakan es tuak loloh di seputaran Kota Singaraja hingga ke Desa Pengastulan, Kecamatan Seririt.

Dijelaskan Nuryasta, es tuak yang dijual merupakan nira dari pohon ental (lontar) yang diambil dari kebunnya sendiri.

Sementara lolohnya terbuat dari setengah kilogram daun kayu manis dan daun belimbing yang ditumbuk halus, lalu dicampur dengan tiga liter air.

Tuak loloh tersebut dijual di dalam jeriken isi 30 liter. Sebagai ciri khasnya, jeriken ditutup dengan menggunakan beberapa ikat daun kesambi.

Daun itu berfungsi untuk mencegah terjadi ledakan akibat  tuak yang menguap.

"Es tuak ini tidak bikin mabuk, karena belum ada kadar alkoholnya. Makanya hanya bertahan satu hari saja,” jelasnya.

“Nira dari pohon ental saya ambil di kebun jam empat pagi, kemudian mulai berjualan dari pukul tujuh pagi sampai jam enam sore. Astungkara selalu habis," lanjut Ketut Nursyasta.

"Kalau tidak habis ya tidak bisa dipakai lagi karena rasa tuaknya  berubah jadi asam dan mulai ada alkoholnya," terangnya.

Mencampurkan tuak manis dengan loloh dikatakan Nuryasta merupakan resep dari leluhurnya.

Minuman tersebut diyakini dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit mulai dari mengatasi sembelit, diabetes, hingga menghaluskan kulit.

"Takarannya setengah gelas tuak manis, setengah gelas lagi loloh. Ada beberapa pembeli yang ingin tuak manis saja, ada juga yang minta dicampur dengan loloh," terangnya.

Segelas es tuak loloh ini dijual Nuryasta dengan harga  murah, kisaran Rp 3 ribu hingga Rp 4 ribu. Bila cuaca sedang terik, 100 hingga 150 gelas pun habis terjual.

Omzet yang didapatkan oleh pria murah senyum ini mencapai Rp 450 ribu per hari.

"Selalu ramai pembelinya, karena tuaknya murni. Tidak dicampur gula," tandasnya.

Sementara salah satu pembeli Kadek Yoga Sariada (25) mengaku sering membeli es tuak manis sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).

Namun pria asal Desa Sambangan, Kecamatan Sukasada, Buleleng ini mengaku membeli es tuak hanya untuk menghilangkan dahaga.

"Saya tidak melihat ada khasiat di dalam minumannya. Saya beli untuk menghilangkan dahaga saja. Rasanya manis, sepetnya ada asam yang khas dari daun belimbingnya," ucapnya.(Tribunnews.com/Tribun-Bali.com/ Ratu Ayu Astri Desiani)

ARTIKEL INI JUGA TAYANG DI ;

Baca Selanjutnya: Ketut nuryasta jual es tuak loloh sejak dijajakan pertama di depan bioskop singaraja teater

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini