News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Petaka Nikel di Konawe Utara

Murid-murid SD Boedingi Perangi Polusi Debu Nikel dan Deru Mesin Berat

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anak-anak Desa Baodingi Konawe Utara Sultra bermain di pesisir pantai yang dipenuhi sedimen ore nikel dari pertambangan di belakang desanya. Penambangan ore nikel terlihat menghancurkan desa pesisir yang tadinya hijau permai beberapa tahun lalu.

TRIBUNNEWS.COM, KONAWE UTARA – Dampak buruk penambangan ore nikel di Desa Boedingi, Lasolo Kepulauan, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, juga dirasakan anak-anak sekolah.

Murid-murid SD Negeri 3 Lasolo Kepulauan ini sering berjibaku membersihkan sekolahnya dari polusi debu tanah nikel yang menempel di bangku dan meja.

SD Negeri 3 Lasolo Kepulauan satu-satunya sekolah yang ada di Desa Boedingi. Letaknya tepat di samping blok perusahaan tambang nikel.

Polisi parah debu terjadi saat kemarau. Sedangkan di musim hujan, mereka akan melepas sepatu masing-masing demi tidak mengotori lantai sekolah.

"Terkadang mereka juga tidak fokus belajar," kata Jamal, Kepala Dusun I Desa Boedingi.

Baca juga: Terumbu Karang Desa Boedingi Konawe Utara Tertutup Lumpur Nikel Setebal Empat Meter

Baca juga: Warga Boedingi Konawe Utara Berhenti Melaut, Menganggur atau Jadi Buruh Pasir Ore Nikel

Panorama dari udara Desa Boedingi di pesisir pantai dan bukit-bukit nikel di belakangnya yang dikeruk pertambangan di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Situasi ini diabadikan emdio Februari 2023 oleh jurnalis Tribun Sultra Tribun Network. (TRIBUN SULTRA/DESI TRIANA)

Ia mengungkapkan saat anak-anak sekolah mereka tidak akan fokus belajar karena melihat aktivitas pekerja tambang nikel.

Terlebih lokasi blok tambang nikel ini tepat berada di samping bangunan sekolah tanpa pembatas, sehingga suara-suara alat berat mengalihkan perhatian mereka dari guru yang mengajar.

Mereka sepertinya lebih tertarik lihat alat berat," imbuhnya sembari tersenyum.

Saat jurnalis Tribun Sultra Tribun Network memantau area Desa Boedingi yang hanya seluas 2,76 kilometer persegi ini, nampak anak-anak bermain riang di area pertambangan.

Bahkan lokasi pertambangan dijadikan sebagai lapangan sepak bola mereka.

Tanah merah yang menempel pada kaki setiap anak, namun tak membuat mereka terganggu untuk tetap semangat bermain bola.

Dalam situasi lainnya, sejumlah anak juga begitu asik berenang di tepi laut. Mereka nampak riang melompat dari atas pelabuhan kayu.

Saat diajak berbincang tentang malam tahun baru lalu, ternyata mereka turut merayakannya.

Kembang api yang dibeli dari kampung sebelah, dibawa ke desanya untuk dinyalakan.

“Naik perahu belinya,” kata seorang anak lelaki sembari berenang.

Begitupula saat membeli mainan dan baju baru. Namun, beberapa pedagang dari kota akan datang membawa segala kebutuhan di desa.

Para pedagang ini membawa motor yang dinaikkan di atas kapal nelayan. Juga membawa barang dagangan lalu dijual pada warga Desa Boedingi.

Mulai dari handuk, baju, mainan, dan kebutuhan lainnya. Semuanya disediakan penjual keliling ini.

Mereka (penjual) datang berkelompok dari Kabupaten Konawe Utara pada pagi hari.

Lalu nantinya berpencar ke rumah-rumah warga. Setelah itu, pulang di sore hari dijemput perahu nelayan yang disewakan.

Terumbu karang di pesisir Desa Beodingi, Konawe Utara, Sulawewi Tenggara, ini tak tersisa lagi, diselimuti lumpur tebal ore nikel dari penambangan di desa itu. Panorama bawah laut ini diabadikan medio Februari 2023. (TRIBUN SULTRA/DESI TRIANA)

Kondisi buruk yang kini menimpa Desa Boedingi sebagai akibat eksploitasi sumber daya alam nikel, juga dialami sejumlah kampung lain.

Bahkan kampung-kampung itu ada di tengah kawasan tambang.

“Prihatin ya, Boedingi salah satu contoh saja, tapi kan contoh yang lain juga seperti itu. Boenaga, Mandiodo. Perkampungan itu ada di dalam kawasan tambang,” kata Habib Nadjar, aktivis lingkungan di Konawe.

“Permasalahannya pun sama, tak ada solusi untuk pindah. Karena pada dasarnya mereka sudah tinggal di situ. Terlebih potensi nikelnya bagus, ya akhirnya terkepunglah,” jelasnya.

Pemandangan dari udara Desa Boedingi di Kabupaten Konawe Utara terilhat cokelat kemerahan, terkepung ore nikel yang ditambang dari bukit di belakang desa pesisir itu. Desa itu dihuni Suku Bajo yang dulunya bekerja sebagai nelayan dan petani mutiara. (TRIBUN SULTRA/DESI TRIANA)

Habib Nadjar mengungkapkan kondisi ini dapat berubah, ketika pihak perusahaan dan pemerintah daerah bisa peka dan jeli melihat kerusakan ekosistem yang ada.

Salah satunya, dengan membentengi area aktivitas tambang nikel dengan pagar beton.

“Yang kita harapkan itu, jangan sampai material tambang jatuh ke laut. Ketika musim hujan tiba, sedimen juga tidak jatuh ke laut. Namun hanya ada satu solusi sebenarnya, ya harus disemen atau dibentengi. Kemudian dibuat juga saluran air agar nantinya juga tidak mencemari laut,” katanya.

Ia juga mengungkapkan adanya aktivitas pertambangan nikel tidak hanya merusak eksosistem laut yang ada, namun juga memilik dampak lebih atau multiplier effect, salah satunya budaya.

“Sekarang ini kondisinya kan warga pasrah, menunggu rejeki dari bagi hasil (royalty) mereka sudah tidak tahu. Mau pergi melaut juga, ya satu sudah jauh dan membutuhkan biaya besar,” lanjutnya.(Tribunnews.com/TribunSultra/Desi Triana)

ARTIKEL INI JUGA TAYANG DI ; 

Baca Selanjutnya: Harta karun yang hilang di desa boedingi kampung suku bajo sulawesi tenggara sejak tahun

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini