Saat itu dia hadir bersama Kepala Desa Pal VIII, dan juga ada perwakilan perempuan dari desa lainnya.
Mereka lalu saling berbagi cerita tentang perubahan kondisi hutan TNKS dan dampaknya terhadap perempuan.
"Saya mulai menyadari bahwa hubungan perempuan dan hutan adalah sangat erat. Apabila hutan rusak, perempuanlah yang terkena dampak yang sangat besar,” kata Rita.
“Baik terkait tubuh perempuan terutama organ tubuh yang terkait menstruasi, hamil, menyusui dan melahirkan. Peran perempuan di ranah rumah tangga (domestik) terkait pangan, air dan kesehatan, di ranah produktif dan komunitas," papar Rita.
Kerusakan hutan akan berdampak negatif terhadap ketersediaan pangan dan sumber pendapatan bagi perempuan dari hutan, dan juga akan berdampak negatif bagi kebun di luar hutan yang juga sumber pangan dan pendapatan bagi perempuan.
Kerusakan hutan bisa mengurangi ketersediaan air, menurunkan kesuburan tanah, meningkatkan hama dan penyakit tanamanan dan mengurangi jumlah hewan penyerbuk untuk tanaman di kebun.
"Saya juga mulai menyadari bahwa perempuan memiliki hak-hak terkait hutan dan lingkungan hidup. Menyadari arti penting kelestarian hutan bagi kehidupan, penghidupan dan pengetahuan perempuan," beber Rita.
Setelah dia menyadari akan hak-hak perempuan terkait hutan dan lingkungan hidup serta pentingnya kelestarian hutan bagi kehidupan, Rita menginisiasi komunitas baru.
Bersama perempuan-perempuan yang hadir mengikuti kegiatan di kantor TNKS bersepakat membentuk Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan (KPPL) Maju Bersama, dan Rita dipercaya sebagai Ketua KPPL Maju Bersama.
Tidak hanya sebatas membentuk kelompok saja, namun Rita dan rekan-rekannya juga mulai memperjuangkan keinginan KPPL Maju Bersama untuk terlibat mengelola hutan TNKS dan memanfaatkan potensi di hutan TNKS.
Keinginan mereka ini pun direspon positif Balai Besar TNKS yang menawarkan kerjasama.
Pada 5 Maret 2019, KPPL Maju bersama menandatangani perjanjian kerjasama kemitraan konservasi antara KPPL Maju Bersama dan Balai Besar TNKS di Kota Bengkulu.
Dengan menandatangani perjanjian kerjasama, KPPL Maju Bersama menjadi kelompok perempuan desa pertama di Indonesia yang mendapatkan legalitas hak untuk mengelola kawasan hutan dan memanfaatkan hasil hutan.
"Hingga akhir tahun 2020, tercatat sudah 2.500 batang kecombrang yang ditanam di areal seluas 2, hektare. Budidaya kecombrang dilakukan tanpa menebang pepohonan atau ditanam di bawah tegakan pepohonan," ungkap Rita.
Selain itu, KPPL Maju Bersama juga merintis usaha ekonomi produktif dengan menggolah kecombrang menjadi minuman dan makanan, dan pakis menjadi makanan.(Tribunnews.com/TribunBengkulu/Yunike Caroline)
ARTIKEL INI JUGA TAYANG DI ;
Baca Selanjutnya: Sosok rita perempuan penyelamat hutan bengkulu hutan rusak perempuan terkena dampak paling besar