News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Misteri Harta Karun Emas Wonoboyo

Ada Simbol Kerajaan di Cawan Emas, Pemiliknya Diduga Dyah Bunga dan Cri Spi

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kalung emas ini bagian temuan harta karun emas Wonoboyo dan diyakini kalung untuk tokoh selevel raja/ratu atau bangsawan sangat tinggi di Kerajaan Mataram Kuno. Koleksi ini dipajang di lantai empat Museum Nasional Jakarta.

TRIBUNNEWS.COM, JOGJA – Dua pakar sejarah klasik UGM, Prof Dr Timbul Haryono dan Dr Riboet Darmosutopo berupaya memecahkan misteri besar itu lewat kajian arkeologi dan epigrafi.

Timbul Haryono menguasai arkeologinya, sedangkan Riboet Darmosutopo dikenal pakar epigrafi Jawa kuno.

Pertanyaan mendasar tentang harta karun emas Wonoboyo adalah benda-benda tak berbatas nilainya itu milik siapa?

Dari masa kapan? Era siapa kok letak penemuan tak jauh dari komplek percandian Hindu-Buddha di Prambanan dan Plaosan?

Kesimpulan awal dari Timbul, benda-benda yang nyaris semua terbuat dari emas murni itu berasal dari kehidupan abad IX.

Sebagian merupakan benda regalia, simbol kerajaan. Secara produk, teknologi pembuatan sangat bagus untuk masa itu.

Baca juga: Proyek Tol Solo-Jogja Singkap Jejak Lama Harta Karun Emas Wonoboyo

Baca juga: Inilah Harta Karun Emas Mataram Kuno dari Situs Wonoboyo Klaten

Timbul juga menyodorkan konklusi awal, benda-benda itu jenis barang perhiasan dan alat kelengkapan upacara kalangan elit kerajaan. Bahkan kemungkinan kepunyaan langsung raja yang berkuasa.

Ini periode penting masa Mataram Kuno, terentang panjang sejak masa Rakai Panangkaran, Rakai Pikatan Dyah Saladu, Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala, hingga Rakai Watukura Dyah Balitung.

Masa panjang itu diwarnai konflik perebutan kekuasan di kalangan para pemuka Mataram Kuno.

Sedangkan Riboet Darmosutopo dalam pembacaannya terhadap inskripsi atau aksara-aksara pendek yang dipahat di sejumlah barang temuan, didapati petunjuk penting mengarah ke pemilik harta karun spektakuler itu.

Riboet mengarahkan telunjuk ke benda paling menyolok, yaitu serupa mangkuk emas berbobot 237,100 gram.

Di salah satu bagian mangkuk itu terdapat tulisan dalam aksara Jawa Kuno, berbunyi "Saragi Dyah Bunga".

Cawan emas berukir adegan Ramayana ini bagian dari penemuan harta karun emas Wonoboyo pada 17 Oktober 1990 oleh warga setempat. Harta karun nasional ini kini disimpan di Museum Nasional Jakarta. (TRIBUNNEWS/SETYA KRISNA SUMARGA)

Kata "saragi" dapat diartikan satuan kelompok, misalnya seperangkat alat minum, satu stel pakaian dan lain-lain. Karena itu frasa "saragi dyah bunga" bisa diintrepretasi seperangkat alat milik Dyah Bunga.

Dyah adalah artikel untuk garbhanama seorang bangsawan, seperti halnya artikel 'pu".

Atas dasar ini, Dyah Bunga tentulah seorang bangsawan level tinggi. Satu lagi sebuah mangkuk emas bertulis kata pendek "Cri Spi" atau "Sri Spi".

Ini sebuah kata yang umumnya dipakai sebagai artikel penyebutan maharaja, menjadi "sri maharaja". "Sri" juga dipakai sebagai garbhanama seorang bangsawan. Apakah Dyah Bunga dan Sri Spi berhubungan?

Riboet menduga keduanya memang terkait. Indikasinya, benda-benda itu terkonsentrasi di satu lokasi yang sama.

Apakah kedua sosok ini pemilik harta karun Wonoboyo, atau sekedar dipahat oleh pembuat benda-benda eksotik itu?

Pertanyaan ini muncul karena pembuat dan penulis prasasti biasanya dicantumkan identitasnya.

Namun dengan mudah pertanyaan itu dijawab Riboet, pande emas yang masuk golongan candala, tak mungkin mencantumkan inisialnya di karya yang dibuatnya.

Apalagi menggunakan artikel untuk bangsawan, bahkan maharaja. Bangsawan, bahkan raja merujuk informasi di prasasti lain, menurut Riboet, tidak mungkin datang ke pande emas, karena takut ketularan candala.

Karena itu dugaan dua nama itu inisial si pande emas, bisa disisihkan. Akan lebih masuk akal jika dua nama itu dipahat oleh pemesannya, untuk nantinya akan diserahkan ke maharaja, atau penguasa tertinggi waktu itu.

Akhirnya Riboet sampai pada kesimpulan yang sama dengan Prof Timbul Haryono.

Benda-benda emas luar biasa indah itu merupakan kelengkapan pemujaan atau upacara tokoh elite berlatar keagamaan Siwais.

Ukiran hebat di dinding mangkuk emas menggambarkan cerita Ramayana, mirip dengan relief di Candi Siwa (Prambanan).

Prasasti Wukajana yang dikeluarkan Raja Balitung (905 M), menyebut cerita Ramayana ini.

"Artinya, cerita ini populer pada masa Balitung, dan dimungkinkan harta karun ini berasal dari masa yang sama. Secara paleografi, aksara yang digunakan populer dipakai masa Rakai Pikatan hingga Balitung," tulis Riboet dalam laporan kajian inskripsi emas Wonoboyo.

Di sisi lain, Riboet menawarkan pemikiran lain, yang menduga harta karun itu sudah mengalami transportasi akibat aliran lahar dari sebelah utara lokasi temuan yang berada di pinggiran sungai kecil.

Hal ini didukung pula tidak ada temuan pondasi bangunan di sekeliling lokasi temuan tiga guci penuh berisi emas, dan benda-benda lain yang terkonsentrasi di satu titik, seolah sengaja ditumpuk-tumpuk.

Pertanyaan lain, apakah harta karun itu disembunyikan dengan cara dipendam oleh suatu sebab, apakah kekacauan di keraton, konflik di lingkaran elite kerajaan, atau dicuri dari kedaton terus disembunyikan di tegalan atau sawah, coba dijawab Timbul Haryono.

Menurut Timbul, transportasi itu terjadi secara cultural transform, bukan natural transform. Sebab, menurut Timbul, para penemu benda itu menyaksikan posisi guci/wadah emas masih tegak berdiri.

"Seolah seperti diletakkan sengaja. Jadi perpindahan itu karena faktor tingkah laku manusia. Nah, penyebab pemindahan apa, ini masih perlu dibicarakan dengan bukti pendukung lainnya," jelas Timbul dalam laporan kajian arkeologis temuan emas Wonoboyo ini.(Tribunnews.com /BerkalaArkeologiXIII-1993/Setya Krisna Sumarga)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini