TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tingginya kekerasan, termasuk tawuran di kalangan pelajar DKI Jakarta sangat memprihatinkan. Apalagi, sampai menelan korban jiwa.
Menyikapi maraknya kekerasan seperti tawuran, bullying dan sebagainya dalam dunia pendidikan, para guru yang tergabung dalam Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) yang di wakili oleh Sekjen FSGI, Retno Listyarti memberikan masukan kepada Kemendikbud serta dinas-dinas pendidikan.
"Instansi tersebut harus membuat pernyataan tegas, sekolah merupakan zona nyaman, tidak boleh ada kekerasan dalam bentuk apapun baik verbal maupun fisik,"ujar Retno Listyarti di Jakarta.
Dikatakan, tindakan tegas setiap kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah dengan cara-cara yang membangun. "Sistem ini harus dibentuk dan dijalankan bersama,"imbuhnya.
Sekolah, imbuhnya, jangan lagi melindungi anak-anak yang melakukan kekerasaan dengan pertimbangan 'nama baik sekolah'. "Laporkan kepada pihak berwajib jika tindakan mereka sudah mengarah pada ancaman dan intimidasi yang membahayakan orang lain, sehingga virus kekerasan tidak dibiarkan tumbuh subur," lanjut dia.
Jangan demi pencitraan sekolah, lanjut dia, akan menyuburkan kekerasan di sekolah, sehingga pelaku kekerasan harus di tindak tegas, misalnya dikeluarkan jika terbukti melakukan kekerasan.
Selain itu, kata Retno, manajemen sekolah harus diberi sanksi untuk memberi efek jera, sehingga tidak memelihara kekerasan di sekolah dan bersungguh-sungguh mencegah kekerasan atau tawuran di lingkungan sekolahnya.
"Manajemen sekolah tidak boleh lepas tangan dengan mengatakan kejadian tawuran di luar jam belajar, merupakan bentuk lempar tanggung jawab sekolah,"tegas dia.
FSGI kemudian memberi solusi agar Kemendikbud mengurangi waktu jam belajar agar anak-anak tersalur potensinya untuk mengaktualisasikan diri.
Kemudian, tambah dia, mata pelajaran yang mengasah perasaan seperti senirupa (melukis, musik, teater) serta yang menyehatkan jasmani (olahraga) harus lebih diberdayakan dan dijadikan sebagai wahana untuk menyalurkan 'rasa tertekan' peserta didik.
"Selama ini, mata pelajaran seni dan olah raga ini dipinggirkan dan dianggap tidak penting, padahal ini merupakan solusi agar peserta didik tidak melakukan tindak kekerasan," pungkasnya.