TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA--Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari menyesalkan adanya pelecehan seksual yang dialami siswi oleh Wakil Kepala Sekolah merangkap guru di SMA Negeri di kawasan Matraman, Jakarta Timur. Eva meminta pelaku pelecehan seksual tersebut diperberat hukumannya.
"Harus ada pemberatan hukuman terhadap pelaku termasuk kepala sekolah dan Diknas Pendidikan Jaktim. Mekanisme perlindungan sekolah ini tidak ada," kata Eva di Gedung DPR Jakarta, Jumat (1/3/2013).
Eva juga mendapat informasi orangtua korban diminta mencabut laporannya. Hal itu memperlihatkan perlindungan hukum kepada korban pelecehan seksual malah dihilangkan. "Wakil Kepala Sekolah, Kepala Sekolah dan Diknas Jaktim juga mengancam korban," kata Politisi PDIP itu.
Seharusnya, kata Eva, lingkungan sekeliling korban memberikan perlindungan dan tidak mengancam. "Bukannya guru malah dilindungi. Ini tidak dipikirkan korban trauma," katanya.
Sebelumnya, seorang Wakil Kepala Sekolah sebuah SMU di bilangan Matraman, Jakarta Timur yang seharusnya menjadi panutan siswa, justru menjadi pelaku pelecehan seksual terhadap MA (17), seorang siswi sebuah SMU di bilangan Matraman, Jakarta Timur.
MA mengaku dipaksa untuk melakukan oral seks oleh seorang guru yang juga Wakil Kepala Sekolah (Wakepsek) sekolah itu. Tak hanya sekali, guru bejat itu memaksa MA memuaskan nafsu binatangnya hingga empat kali dalam rentang waktu bulan Juni dan Juli. Agar aksi bejatnya tak diketahui siapapun, guru berinisial T itu mengancam tidak akan memberikan nilai dan ijazah korban.
"Dia mengancam untuk tidak mengeluarkan nilai dan ijazah saya. Saya takut," katanya kepada wartawan saat ditemui di rumahnya, Kamis (28/2/2013) sore.
MA menuturkan, peristiwa itu pertama kali terjadi pada 26 Juni 2012. Saat itu dirinya yang sedang libur sekolah, mendadak ditelepon pelaku sekitar pukul 15.00 WIB. Dengan alasan urusan sekolah, pelaku meminta MA bertemu di sebuah lokasi yang justru jauh dari sekolah.
"Akhirnya kira bertemu di depan BCA Utan Kayu. Baru saja bertemu dia sudah mencium tangan saya. Ada yang mau diomongin penting katanya, tapi saya diajak putar-putar dulu," tuturnya.
Setelah makan, dan berkeliling, pelaku yang sudah beristri dan beranak dua itu kemudian memarkirkan mobilnya di tempat yang gelap di daerah Ancol. Di lokasi itulah, pelaku memaksa korban melakukan perbuatan yang asusila. MA melanjutkan, usai melakukan tindak asusila disertai dengan ancaman, pelaku sempat mengantar dan menurunkan korban di daerah Cempaka Putih, serta diberikan uang Rp 50 ribu.
Peristiwa ini terjadi pada bulan berikutnya sebanyak tiga kali. Terakhir, pelaku mengajak korban ke rumahnya di daerah Bekasi, yang sedang kosong karena istri dan dua anaknya sedang keluar. Di lokasi itu, pelaku ternyata telah menyiapkan segala sesuatunya. Bahkan, korban diminta untuk membuka bajunya.
Hingga kini, pihak penyidik dari Polda Metro Jaya sampai dengan saat ini terus memproses kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh T kepada MA.