Tribunnews.com, Jakarta - Lima penghuni Klaster A Rusun Marunda yang menyewa dari penyewa sebelumnya diminta tak takut terhadap preman. Kelimanya telah terdaftar secara legal setelah berkas dan persyaratannya dinyatakan lengkap oleh Dinas Perumahan DKI Jakarta.
Sebelumnya, sejumlah pengontrak itu mengaku akan diusir oleh pemegang surat perjanjian sewa menyusul rencana pemerintah memutihkan penghuni rusun. Rusun sebenarnya tak boleh disewakan lagi. Dalam praktiknya, tak sedikit pemegang surat perjanjian sewa yang menyewakan unitnya ke orang lain dengan tarif lebih mahal.
Kepala Unit Pengelola Rusun Wilayah I Dinas Perumahan DKI Jakarta, Jati Waluyo, Sabtu (6/4/2013) mengatakan, lima penghuni yang tersebar di beberapa blok itu telah sah sebagai penyewa. Mereka tak perlu takut dengan siapa pun yang berusaha mengusirnya.
Kelima penghuni yakni di Unit 4.10 dan 1.13 Blok Bandeng, unit 5.07 Blok Bawal, 4.08 Blok Pari, dan 1.18 Blok Hiu. Mereka adalah sebagian dari 39 pengontrak yang menyewa ke pemegang hak sewa dan mendaftar sebagai penghuni Rusun Marunda ke pengelola. Beberapa di antaranya mengaku dipaksa pergi bahkan diancam dikeluarkan seluruh perabotnya.
"Justru mereka (para pemegang surat perjanjian sewa yang menyewakan unitnya) yang melanggar, menyewakan aset negara untuk meraih keuntungan pribadi dengan menyewakannya lagi ke orang lain dengan harga lebih mahal," ujarnya.
Satu unit rusun subsidi disewakan oleh pemerintah Rp 128.000-159.000 per bulan. Dalam praktiknya, sejumlah pemegang hak sewa menyewakan unitnya ke orang lain dengan tarif Rp 700.000 per bulan atau bahkan lebih. Praktik ini berlangsung bertahun-tahun sejak rusun itu rampung dibangun tahun 2007/2008.