TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Neta S Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch mengatakan, kasus penembakan di indonesia, khususnya di Jakarta, bukanlah hal baru. Setiap saat kasus penembakan selalu muncul. Kasus penembakan yang paling spektakuler adalah kasus Nazaruddin yang akhirnya melibatkan sejumlah orang penting.
Menurutnya, dalam kasus penembakan terhadap Tito Kei ada tiga hal yang patut dicermati. Pertama, penembaknya berdarah dingin. Dalam situasi ramai dan siang hari, bahkan orang-orang Tito ada di sekitar tempat kejadian perkara (TKP), penembak tetap mampu melakukan eksekusi seakan tanpa ada rasa takut.
Kedua, penembaknya sangat terlatih. Hal ini terlihat dari dua tembakan yang dilepaskannya mengenai sasaran yang mematikan, padahal tembakan tersebut dilepaskannya sambil berjalan. Ketiga, penembaknya sangat profesional.
Hal ini terlihat dari cepatnya penembakan melakukan aksinya sehingga kawan-kawan Tito atau warga yg ada di sekitar TKP tidak sempat memburunya. "Artinya, sebelum melakukan eksekusi tersangka sudah melakukan survei secara matang, sehingga dia bisa menghitung waktu, kapan muncul, dari mana muncul dan kemana harus melarikan diri agar tidak tertangkap massa," ujar Netta dalam rilis tertulisnya, Minggu (3/6/2013).
Menurut Neta, ketiga indikasi ini harus dicermari polisi untuk mengungkap kasus penembakan ini. Dari ketiga indikasi ini bisa terlihat siapa sesungguhnya pelaku, apakah dia seorang pembunuh bayaran yang dibayar untuk menghabisi korban atau pelakunya kalangan preman yang menjadi musuh bebuyutan korban.
Tapi melihat ketiga indikasi tadi sepertinya pelaku bukanlah dari kalangan preman. Sebab pelaku begitu terlatih dan profesional. Jika indikasi ini benar, bukan mustahil aksi-aksi serupa akan kembali terjadi dan meneror kalangan keluarga Kei. Untuk itu polisi diminta segera mengusut dan mengungkap pelaku penembakan tersebutb agar teror penembakan tidak terus merebak dan meresahkan masyarakat.