TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaksanaan Pekan Raya Jakarta (PRJ) dikritik. Agenda tahunan menyambut HUT Jakarta tersebut dinilai sudah komersial dan hanya mementingkan bisnis semata.
“Coba saja lihat, isinya kan cuma pameran dan jual beli barang. Memang sih ada panggung-panggung hiburan. Tapi kehadiran hiburan itu enggak lebih dari sekedar selingan, hanya untuk menarik pengunjung saja ujung-ujungnya sibuk belanja juga. Dan sebenarnya barang yang dijual disana dapat dibeli di tempat lain. Jadi, kayak mindahin toko dan mal saja," kata Bakal Calon Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta, Rommy dalam pernyataannya, Senin(24/6/2013).
Menurut Rommy, tradisi pelaksanaan Pekan Raya Jakarta (PRJ) sepertinya perlu ditinjau ulang. Bukan dihentikan, tapi dikembalikan ke “roh”-nya sebagai ajang “pesta rakyat Jakarta”.
Acara tersebut kini kata Rommy telah kehilangan salah satu dimensi terpentingnya yaitu budaya.
Selama ini dimensi budaya tersebut seperti terabaikan dan tidak dijadikan menu utama perayaan.
PRJ hanya menegaskan satu sisi saja tentang Jakarta sebagai kota bisnis. Gelaran festival lain di beberapa tempat di Jakarta seperti Festival Kemang dan lain-lain juga “beda-beda tipis” dengan PRJ.
Sementara itu, dalam tradisi perayaan ulang tahun kota di beberapa negara lain, aspek budayanya lebih menonjol dibanding aspek komersialnya. Dan itu justru lebih menarik karena oleh pemerintahnya perayaan itu sekaligus dijadikan sebagai ajang wisata unggulan. Sehingga pelaksanaannya tidak hanya dinikmati oleh warga kota itu sendiri tapi oleh masyarakat para wisatawan mancanegara yang datang kesana.
"Jadi sudah saatnya Pemprov DKI Jakarta mulai memikirkan agar PRJ bisa seperti itu, sebagai festival atau pesta budaya, pesta Indonesia yang khas. Tuan rumahnya tentu saja pemerintah dan warga Jakarta. Hal itu niscaya akan makin menguatkan posisi Jakarta sebagai miniatur Indonesia,"kata Rommy.
Lebih jauh Rommy menjelaskan, keberadaan warga asing dari berbagai negara yang ada di Jakarta juga dapat dilibatkan. Selain untuk kemeriahan peserta, juga agar event budaya ini punya resonansi internasional sehingga dapat menarik minat wisatawan asing untuk datang ke Indonesia, khususnya ke Jakarta.
"Soal bagaimana teknis pelaksanaannya, mari kita pikirkan bersama. Yang penting seluruh warga Jakarta khususnya terlibat aktif sebagai peserta, sebagai pelaku pesta, bukan diarahkan sekedar jadi konsumen,"katanya.