TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktisi hukum Hermawi F Taslim mengatakan, vonis empat bulan penjara yang diberikan Pengadilan Negeri Jakarta Barat kepada Hercules Rozario Marshal, adalah hasil kompromi.
"Keputusan Hercules, dengan tidak bermaksud mencampuri urusan hakim, itu kompromi. Artinya, kompromi majelis dengan memerhatikan fakta-fakta bahwa dunia preman eksis di Jakarta," ujar Taslim kepada Tribunnews.com di Hotel Balairung, Matraman, Jakarta, Selasa (2/7/2013).
Taslim menengarai, rendahnya vonis Hercules tidak hanya karena kompromi majelis, namun juga karena tuntutan jaksa hanya enam bulan kurungan.
Seharusnya, kata Taslim, dalam mengadili Hercules tidak hanya cukup melihat saat peristiwa penangkapan Hercules di Bellmont Residence, Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat pada Maret lalu.
"Kalau mau mengadili Hercules, jangan lihat peristiwa itu, rentetetan (kejadian) seharusnya dong. Akumulasi perbuatan Hercules sekian belas tahun," tuturnya.
Namun, lanjut Taslim, vonis rendah pimpinan Gerakan Rakyat Indonesia Baru (GRIB), karena dia sendiri adalah produk dari sistem di Indonesia. Hercules juga aktivis Partai Gerindra.
Artinya, orang-orang seperti Hercules ada dan eksis karena sistem mengakomodasinya. Jadi, kalau mau membasmi premanisme, papar Taslim, sistemnya harus diperbaiki.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat akhirnya memvonis Hercules Rozario Marshal dan Muhammad Sidik, dengan pidana empat bulan penjara.
"Mengadili terdawa satu, Hercules Rozario Marshal dan terdakwa dua, Muhammad Sidik alias Sidik, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana memaksa pejabat negara untuk melakukan perbuatan yang sah," kata ketua majelis hakim Kemal Tampubolon dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, tadi siang. (*)