TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Moratorium mal yang dilakukan pemerintah provinsi DKI Jakarta patut diacungi jempol. Rencana tersebut juga harus terus didorong agar nantinya pengelolaan pasar tradisional dan zona hijau bisa hidup.
"Saya menilai pemerintah DKI saat ini yang tegas melakukan moratorium pembangunan mal ini harus diacungi jempol karena sejak dulu moratorium selalu gagal. Kepentingan pemodal besar selalu mendapat dukungan. Karena itu, kebijakan pro-poor oleh pemerintah DKI saat ini yang mendukung pedagang kecil,pengelolaan pasar tradisional,dan zona hijau perlu terus didorong agar Jakarta tidak mengeksklusi masyarakat yang berpenghasilan rendah," kata bakal calon anggota legislatif (bacaleg) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Dapil DKI Jakarta, Rommy dalam pernyataannya, Senin(23/9/2013).
Menurut Rommy saat ini perlu dipikirka bagaimana tata kota Jakarta agar masyarakat,dan khususnya anak-anak bisa memiliki hak atas taman bermain,udara yang sehat,zona hijau,dan bebas dari kemacetan sebagai penyebab stress yang menyebabkan penyakit.
Jika semakin banyak lahan yang dimasifkan untuk pembangunan mal kata Rommy, maka tujuan-tujuan diatas sulit untuk dilaksanakan. Anak sebagai generasi penerus akan memiliki kualitas kehidupan yang sangat menyedihkan jika tidak ada lagi area hijau,taman bermain,polusi dan macet dimana-mana.
"Jika tingkat masifnya perputaran uang yang dijadikan prioritas dan melupakan lingkungan sehat di DKI,maka kualitas kehidupan juga tidak akan prima," ujarnya.
Lebih jauh Rommy menjelaskan. sekarang ini diperlukan pembangunan banyak kawasan hijau,dan juga pengembangan pasar-pasar tradisional yang bersih dan mudah diakses, untuk memberi kesempatan bagi produk lokal semakin mendapat tempat dan pasar. Jika pasar tradisional dikelola dengan baik,hal ini tentu menguntungkan tidak hanya untuk petani lokal yang taraf hidupnya pas-pasan,tapi ini juga akan berdampak pada terbantunya masyarakat kalangan menengah kebawah karena memiliki banyak alternatif harga untuk mengurangi konsumsi rumah tangga.
"Pembangunan mal bukan satu-satunya cara untuk menstimulasi gegap gempita perekonomian di Jakarta. Jumlah yang ada sekarang sudah lebih dari cukup. Mal memang selama ini sebagai pusat perputaran ekonomi sekaligus sebagai sarana rekreasi dan ajang interaksi masyarakat perkotaan," kata Rommy.