TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak Rumah Sakit Sumber Waras mengatakan bahwa pada Rabu (2/10/2013) besok pihaknya akan membeberkan alasan di balik pemberhentian delapan karyawannya. Hal tersebut guna menanggapi unjuk rasa yang dilakukan sekitar 70 karyawan, pada Selasa (1/10/2013), yang mempertanyakan perihal pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak terhadap delapan rekan mereka tersebut.
"Tadi saya juga sudah bertemu dengan perwakilan pekerja, saya ditanya apakah kita bisa menyambung lidah mereka, saya jawab, besok akan saya coba hubungi pihak manajemen," kata Julius, salah seorang perwakilan dari bagian kepegawaian RS Sumber Waras, Selasa petang.
Julius sendiri menyatakan, perihal pemberhentian delapan karyawan sepenuhnya merupakan kewenangan dari manajemen. Untuk itu, hanya pihak manajemen yang berhak menjawab tuntutan pengunjuk rasa.
Seperti diberitakan sebelumnya, puluhan karyawan RS Sumber Waras melakukan aksi unjuk rasa, Selasa sore. Aksi unjuk rasa dilatarbelakangi rasa solidaritas terkait adanya PHK secara sepihak oleh pihak rumah sakit terhadap delapan orang rekan kerja mereka.
"Tuntutan kita meminta pihak rumah sakit mencabut surat PHK terhadap delapan rekan kami. Kalau karyawan copot satu mah copot semua," kata salah satu karyawan RS Sumber Waras, Solihin (43), saat ditemui di lokasi unjuk rasa.
Solihin menuding, rekan-rekannya mendapat PHK dari pihak RS hanya karena mereka menuntut janji pihak rumah sakit yang berjanji memberikan upah tambahan di luar uang gaji. Uang tambahan yang dijanjikan Direktur RS Jan Djukardi sebesar Rp 200.000 per bulan, terhitung berlaku sejak Juli 2013.
"Ada delapan rekan kami yang mendapat SP3 hanya karena menanyakan perihal upah mereka itu," ujarnya.
Adapun kedelapan karyawan RS Sumber Waras yang di-PHK masing-masing ialah dua orang apoteker, yaitu Rusdi dan Elsina, seorang petugas sekuriti bernama Sri Rahayu, seorang petugas administrasi bernama Darotin, seorang perawat pelaksana bernama Kandace Napitupulu, serta tiga orang perawat bernama Putri, Indah, dan Rosna.
Berdasarkan surat pemecatan yang diterima kedelapan karyawan, pihak rumah sakit yang ditandatangani oleh Direktur RS Jan Djukardi menilai karyawan bersangkutan telah melakukan beberapa pelanggaran, seperti mogok kerja yang tidak sah, masuk kerja terlambat, dan pulang sebelum waktunya. (Alsadad Rudi)