TRIBUNNEWS.COM - Lebih dari satu tahun dipimpin Joko Widodo, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Priya Ramadhani menyebut wajah transportasi Jakarta belum berubah menjadi lebih baik. Malah, keluhannya semakin macet.
Priya Ramadhani mengungkapkan, janji Jokowi-Basuki mengurai kemacetan di Jakarta sempat memberikan harapan besar. Namun, harapan itu justru berbalik dengan munculnya kemacetan baru di setiap ruas jalan.
"Faktanya dapat dirasakan sekarang. Semua orang berteriak Jakarta semakin macet," kata Priya di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (18/11/2013).
Priya berpendapat, untuk mengurai kemacetan tidak cukup hanya mengandalkan jurus menambah jumlah unit angkutan umum dan transjakarta, atau membangun angkutan massal baru, seperti mass rapid transit (MRT) dan monorel.
Menurutnya, banyak indikator yang perlu mendukung tiap pembuatan kebijakan. Misalnya, untuk penerapan sistem jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP). Hingga kini, lanjut dia, sistem itu belum berjalan karena belum didukung oleh dasar hukum yang kuat.
Sebelumnya, Dinas Perhubungan DKI menyebutkan payung hukum untuk kebijakan ini terkendala belum keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas. Setelah PP tersebut diterbitkan, masih ada kendala lainnya dengan adanya perubahan PP Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas. PP tersebut belum menyebutkan pembatasan terhadap sepeda motor untuk masuk ke dalam lintasan jalur berbayar.
Begitu juga dengan rencana pengambilalihan Perum Pengangkutan Djakarta (PPD) dari BUMN menjadi badan usaha milik daerah (BUMD) DKI Jakarta, dan bergabung dengan transjakarta dan transportasi massal lainnya. Priya menjelaskan, hingga kini pengambilalihan itu juga belum terlaksana.
"Sepertinya progres kerja mereka (Jokowi-Basuki) di luar apa yang dibayangkan sebelum ini," kata besan Aburizal Bakrie tersebut.
Selain itu, sulitnya pengadaan bus sedang ditengarai karena pengusaha bus dan produsen belum mampu memenuhi permintaan Gubernur Jokowi yang memberi syarat berbahan bakar gas (BBG) pada bus sedang dan transjakarta tersebut. Di Jakarta pun, ketersediaan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) masih minim. Oleh karena itu, apabila nantinya ratusan bus sedang dan transjakarta itu jadi datang, SPBG harus bertambah.