TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kecelakaan maut di kawasan Pondok Betung, Bintaro, Jakarta, menambah panjang sejarah kelam perkeretaapian di Indonesia. Sebelum tabrakan maut antara kereta listrik dengan truk tangki, di kawasan tersebut pernah terjadi tragedi Bintaro.
Saat itu, pada tanggal 19 Oktober 1987, dua buah kereta api di daerah Pondok Betung, Bintaro saling beradu. Satu kereta api dari Rangkasbitung bertabrakan dengan kereta api dari Stasiun Tanah Abang.
Tragedi Bintaro terjadi di dekat tikungan melengkung tol bintaro, atau biasa dikenal lengkungan S. Lokasinya berjarak kurang lebih 200 m setelah palang pintu Pondok Betung dan ± 8 km sebelum Stasiun Sudimara.
Dilansir dari Wikipedia, kejadian itu bermula dari kelalaian petugas Stasiun Sudimara yang memberikan sinyal aman bagi kereta api dari arah Rangkasbitung. Padahal, saat itu tidak ada pernyataan aman dari Stasiun Kebayoran. Sinyal aman belum diberikan karena jalur di stasiun Sudimara tengah penuh.
Akibat tragedi tersebut, masinis Slamet Suradio diganjar lima tahun kurungan. Ia juga harus kehilangan pekerjaan, sehingga ia memilih pulang ke kampung halamannya, menjadi petani di Purworejo. Padahal, ia telah berkarya selama 20 tahun di perusahaan KA.
Nasib yang serupa juga menimpa Adung Syafei, kondektur KA 225. Dia harus mendekam di penjara selama 2 tahun 6 bulan. Sedangkan Umrihadi (Pemimpin Perjalanan Kereta Api, PPKA, Stasiun Kebayoran Lama) dipenjara selama 10 bulan