TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Darman Prasetyo (25), masinis KRL Commuter Line yang tewas pada kecelakaan di Bintaro, Jakarta Selatan akibat akibat keretanya menabrak truk tangki BBM, baru tiga tahun menjadi masinis.
Sebelum kejadian, Darman pernah curhat kepada pamannya bahwa tugas masinis sangat berat karena harus menyelamatkan seluruh penumpang yang dibawanya. Namun kini Darman justru tewas bersama empat penumpang dan puluhan lainnya terluka.
Darman memulai kariernya menjadi pegawai PT Kereta Api Indonesia (KAI) sejak 2007. Ketika itu Darman muda yang berasal dari Desa Jenar Wetan, Kecamatan Purwodadi, Purworejo, Jawa Tengah baru saja lulus SMK. Demi kehidupan yang lebih baik, Darman mengadu nasib ke Jakarta dengan menumpang di rumah pamannya, Suroyo.
Nasib baik berpihak ke Darman. Berkat dorongan pamannya, anak ketiga dari empat bersaudara ini sukses lolos seleksi menjadi pegawai Kereta Api Indonesia (KAI). "Setelah diterima di KAI, Darman ikut pendidikan beberapa bulan untuk menjadi masinis," ujar Suroyo ketika ditemui di RS Polri, Jakarta Timur untuk menjemput jenazah Darman.
Sejak 2007 hingga 2011, Darman bertugas Commuter Line. Hampir empat tahun lamanya ia menjadi asisten Masinis. Sejak menjadi asisten masinis, Darman tinggal di mess PT KAI yang berada di kawasan Serpong, Tangerang. "Baru tahun 2011 Darman menjadi masinis," ujar Suroso.
Meski sudah menjadi masinis, Darman masih sering berkunjung ke rumah pamannya di kawasan Bekasi. Ayah Darman sekarang menjabat Kepala Desa di Purworejo.
Darman pun juga mulai merintis kehidupannya. Sekitar tiga tahun lalu, ia menikahi gadis pujaannya bernama Reza. Dari pernikahannya tersebut, Darman dikaruniai satu orang anak yang masih berusia sekitar dua tahun.
"Istri dan anaknya tinggal di Tegal, Jawa Tengah. Darman pulang seminggu atau dua minggu sekali menengok anak-istrinya," lanjut Suroyo.
Darman juga tak mau ketinggalan pendidikannya. Sudah sekitar dua tahun ini, Darmankuliah di Sekolah Tinggi di Bekasi. "Masih semester lima kalau tidak salah," ujar Suroyo.
Meski tinggal di mess, Darman terkadang mampir ke rumah pamannya. Ia juga sering menelepon Suroyo. Beberapa waktu lalu, Darman pernah curhat kepada Suroyo mengenai pengalamannya menabrak orang saat mengemudikan kereta. "Dia pernah curhat ke saya, dia pernah menabrak orang. Di situ dia merasa bersalah sekali dan selalu kepikiran atas kejadian itu," kata Suroyo.
Ketika itu Suroyo memberikan pengertian bahwa hal tersebut bukan murni kesalahannya. Namun beban moral selalu membayang-bayangi Darman.
Suroyo sempat tidak menyangka, jika kecelakaan yang terjadi kemarin siang telah merenggut nyawa keponakannya. Sebelum kejadian, Suroyo tidak memiliki firasat sedikit pun.
Bagi Suroyo, Darman adalah sosok yang memiliki disiplin tinggi dalam menjalankan tugasnya sebagai masinis. Anak ketiga dari empat bersaudara ini juga merupakan lulusan terbaik saat masuk kerja di PT KAI.
"Anaknya ini periang, selalu terbuka, dan sangat disiplin. Yang saya tahu dia memiliki nilai terbaik saat masuk PT KAI," lanjut Suroyo. (tribunnews/why/zul)