Laporan Wartawan Warta Kota, Soewidia Henaldi
TRIBUNNEWS.COM – Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Syamsudin menjelaskan, mayoritas pengantin melaksanakan akad nikah di luar kantor. Oleh karena itu, menjadi hal yang lazim ketika keluarga mempelai memberikan uang transpor bagi si penghulu.
Menurut Syamsudin, uang dari keluarga pengantin itu terkadang hanya pas untuk biaya transpor ke tempat akad. Fakta lain, selama ini banyak pengantin yang melaksanakan akad di akhir pekan yakni Sabtu ataupun Minggu yang berarti di luar jam kerja KUA.
"Saya sudah sampaikan ke calon pengantin, lebih baik menikah di kantor KUA saja. Tapi, mereka menolak dengan alasan sudah menentukan tanggal baik. Terus kita mau ngomong apa? Masak menolak menikahkan mereka, nanti malah memunculkan masalah baru," kata pria yang sudah hampir 10 tahun menjadi kepala KUA dan penghulu tersebut.
Syamsudin mengaku, tidak semua keluarga pengantin memberikan imbalan dalam bentuk uang. Pernah suatu hari dia menikahkan seorang warga yang rumahnya terpencil dari dan saat pulang hanya diberi uang makanan dalam besek. "Pernah setelah menikahkan pengantin saya cuma dikasih makanan di besek, terus apakah seperti itu termasuk gratifikasi?" ujarnya baru-baru ini.
Meskipun waswas karena adanya 'ancaman' gratifikasi, Syamsudin tetap melaksanakan tugasnya sebagai penghulu bersama dua penghulu lainnya yang bertugas di KUA Kecamatan Citeureup.
Ia memegang prinsip, pelayanan kepada masyarakat harus tetap jalan. Untuk saat ini, pihaknya terus menyampaikan sosialisasi kepada warga agar melakukan pernikahan di KUA.
"Mudah-mudahan sih KPK bisa melihat kondisi ini lebih bijaksana. Aturan hukum memang mengikat, tapi di luar sana juga ada budaya dan adat istiadat di masyarakat yang tidak mudah untuk dihilangkan. Terus terang ini dilematis bagi kami," ujarnya.