TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rika sedang asyik menceritakan mengenai sejarah penamaan Jalan Juanda, Gambir, Jakarta Pusat, kepada wisatawan Bus City Tour Jakarta atau bus tingkat pariwisata.
Rika yang bertugas sebagai guide mencoba berinteraksi dengan penumpang. Rika pun bercerita mengenai sejarah Juanda. Saat bertanya, tak satupun penumpang tahu apa dan siapa itu Juanda.
Saat hendak menerangkan, Rita harus menahan ceritanya. Pasalnya, penumpang sudah turun.
"Maaf mbak, kami turun di sini," ujar seorang ibu dengan nada datar. Rika kemudian diam. Sore itu, Senin 24 Januari 2014, tidak banyak wisatawan menggunakan bus City Tour Jakarta.
Hari itu merupakan hari perdana pengenalan bus keliling Jakarta. Gratis. Mungkin karena gratis tersebut banyak penumpang bus tersebut bukanlah wisatawan yang sebenarnya. Mereka terlihat turun dari satu halte ke halte yang lain. Mirip penumpang Trans Jakarta.
"Kita dari tim mengharapkan masyarakat tidak memanfaatkan program city tour sebagai media transit saja dari satu shelter ke shelter yang lain. Program ini bertujuan untuk mengkampanyekan Jakarta kepada masyarakat," ujar Rika saat mengobrol dengan Tribunnews di sela-sela tugasnya sebagainya pemandu wisata.
Rika sebenarnya tidak mempermasalahkan harus mengulang-ulang keterangannya karena penumpangnya bisa dikatakan selalu berganti dari satu shelter ke shelter lainnya.
Hanya saja Rika khawatir masyarakat tidak mendapat informasi mengenai sejarah dan kota wisata di Jakarta. Padahal, city tour bertujuan untuk mengenalkan wisata sejarah Kota Jakarta.
"Sebenarnya enggak apa-apa kalau diulang-ulang. Tapi kami harapkan masyarakat mendengarkan," kata dia.
Tidak hanya itu, penumpang city tour juga banyak yang sekedar bernarsis ria. Alih-alih mendengarkan pemandu wisata, mereka sibuk berfoto ria di dalam dengan kamera baik seluler atuapun pocket. Saling memfoto atau ber-selfie ria.
Lumian (42), misalnya, membawa anak-anaknya dari Pulo Gadung tak memusingkan apakah mereka mendapat cerita mengenai Juanda atau siapa yang membangun Mesjid Istiqlal. Dia asyik bergambar bersama anak-anaknya.
"Kebetulan tadi pagi saya melihat di TV. Saya bersama anak-anak berangkat dari Istiqlal (shelter Juanda). Senang juga, tidak perlu repot-repot membawa anak-anak," ujar Lumian yang memilih duduk di tingkat dua bus yang dilengkapi CCTV tersebut.
Lumian bahkan akan mengajak lagi anak-anaknya untuk menikmati City Tour. "Nyaman, enggak bayar. Terimakasih pak gubernur," kata dia.
Melihat banyaknya penumpang yang bernarsis ria, Rika berandai-andai agar diterbitkan peraturan penumpang tidak boleh bernarsis ria.
Fasilitas City Tour Belum Maksimal
Bus City Tour diperlengkapi dengan berbagai fasilitas untuk menunjang berbagai kenyamanan wisatawan. Layar LCD yang terpampang di tingkat satu dan dua misalnya terlihat tidak berguna. Layar tersebut memang hidup namun tidak ada tayangan visual di dalamnya.
Rika mengatakan layar tersebut sebenarnya diisi dengan visualisasi Jakarta. tak hanya itu, Rika juga tidak bisa menyampaikan panduannya karena pengeras suara (mik) tidak berfungsi. Alhasil, suara Rika tidak terdengar dari tingkat dua. Di samping itu, sebagian penumpang mengeluhkan mesin bus yang menurut mereka bising.
"Ada kendala tadi karena hujan. Besok pengeras suara sudah ada (berfungsi dengan baik)," janji Rika.
Karena tujuannya adalah pariwisata, bus berpenumpang 60 orang teresbut hanya melaju dengan kecepatan 20 KM/Jam. Dibutuhkan waktu sekitar sejam mulai dari Balaikota, Jalan MH Thamrin (memutar di Bundaran HI), Medan Merdeka Barat, Jalan Juanda, Jalan Majapahit, dan kembali ke Balaikota.
Selain dilengkapi pemandu wisata, bus tersebut juga dilengkapi dengan kepolisian yakni Divisi Penanganan Objek Vital, tempat untuk disable (penyandang disabilitas).