TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus penjualan video porno online terus dikembangkan penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri. Untuk itu, Polri akan berkoordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam mengungkap para pembuat video cabul yang melibatkan anak.
Brigjen Pol Arief Sulistyanto, Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, mengungkapkan proses penyidikan bisnis video porno online tidak akan berhenti kepada penjualnya saja. Tetapi akan mengusut dari para pelaku yang ada di dalam videonya termasuk yang memproduksinya.
"Memang sulit mengidentifikasi apakah pelaku-pelaku ini dari dalam negeri, tetapi kita akan bekerja maksimal. Ini sangat berbahaya, bayangkan masih anak SMP, SMA, tapi sudah berpikir porno seperti ini, bagaimana ke depannya," ungkap Arief di Mabes Polri Jakarta Selatan, Rabu (26/2/2014).
Apalagi yang menjadi korban dalam video tersebut anak perempuan yang seharusnya duduk di bangku sekolah. Ini menjadi bahan renungan bagi para orangtua untuk mengawasi anak-anaknya supaya tidak terjerumus pada pornografi.
"Ini tanggung jawab semua pihak, pengawasan tidak hanya dari aspek penegakan hukum saja tapi semua harus berkolaborasi, supaya tidak semakin berkembang," ucapnya.
Untuk mendalami banyaknya video porno yang melibatkan anak, kepolisian akan berkoordinasi dengan KPAI untuk mencari solusinya sehingga penanganannya bisa konfrehensif. Kemajuan teknologi tidak bisa dihindari, smartphone sudah semakin mudah didapat anak, sehingga tentunya pengawasan yang harus diperketat.
"Masalah komunikasi merupakan kebutuhan masyarakat, kadang anan membawa handphone supaya lebih mudah komunikasi di sekolah, tapi bagaimana mekanisme pengawasan yang efektif itu bisa dilakukan orangtua," ucapnya.
Seperti diketahui Bareskrim Polri menangkap Deden Martakusumah (28) ditangkap tim Bareskrim Polri di sebuah rumah kost-kostan yang terletak di Jalan H Akbar Nomor 46 Kelurahan Pasir Kaliki, Kecamatan Cicendo, Bandung, Jawa Barat sekitar sekitar pukul 03.00 WIB, Senin (24/2/2014).
Penangkapan tersebut terkait dengan bisnis online pornografi anak yang sudah dilakoninya sejak tahun 2012. Dalam menjalankan bisnis haramnya tersebut, Deden mengelola empat buah website porno diantaranya nu****.com, bo*******.com, dan sa*****.co***.com yang berisi kurang lebih 120 ribu buah video porno.
Kepolisian pun sudah menemukan ada sekitar 100 video porno lebih dengan pemeran anak Indonesia, bahkan ada anak yang masih berumur 11 sampai 12 tahun menjadi aktor dalam video tersebut.
Modus yang dilakukan Deden menjajakan video porno di dunia maya adalah dengan mendapatkan video porno dari internet, kemudian diupload di website yang dikelolanya. Dalam website yang dikelolanya pelaku mencantumkan cara mendaftar sebagai member. Setiap member yang mendaftar ditawarkan paket seharga Rp 30 ribu sedangkan Rp 800 ribu dan sebagai konfirmasi paket, pelaku memberikan kode kepada pembeli berupa angka dibelakang harga paket.
Dalam kasus tersebut, polisi menyita 2 unit handphone, satu buah laptop, satu buah modem, tiga buah kartu ATM (BCA, BRI, dan MANDIRI), dan 3 buah buku tabungan (BCA, BRI dan MANDIRI).
Deden dijerat dengan pasal 29 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan sanksi hukuman paling lama 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp 6 miliar, pasal 27 ayat (1) jo pasal 52 Undang-undang ITE dengan sanksi hukuman maksimal 8 tahun dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Terhadap kedua pasal tersebut pun ditambah 1/3 dari maksimum ancaman pidana, karena pelaku melibatkan anak-anak dalam kegiatan dan atau menjadikan anak sebagai objek.